Harga Minyak Melonjak Dua Kali Lipat karena Perang, Ini Dampak ke APBN

Image title
7 Maret 2022, 15:17
harga minyak, lonjakan harga minyak, APBN 2022, perang rusia dan ukraina
ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Ilustrasi. Pemerintah menetapkan harga minyak dalam asumsi makro APBN 2022 sebesar US$ 63 per barel.

Perang Rusia dan Ukraina mendorong harga minyak dunia melonjak dan menembus level US$ 130 per barel, dua kali lipat dari harga yang dipatok pemerintah dalam APBN 2022 sebesar US$ 63 per barel. Lonjakan harga minyak akan berdampak pada penerimaan sekaligus belanja pemerintah. 

Berdasarkan data Bloomberg Senin (7/3) pukul 12.09 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 naik 10,41% dan berada di level US$ 130,41 per barel, sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman maret 2022 naik 8,71% dan berada di level US$ 125,76 per barel. 

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan, kenaikan harga minyak berdampak pada dua sisi APBN yakni penerimaan dan belanja. Kenaikan harga minyak akan meningkatan penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang terkait dengan minyak. "Saya rasa porsi pendapatan minyak besar sekali," ujar Faisal kepada Katadata.co.id, Senin (7/3). 

Di sisi lain, menurut dia, kenaikan harga minyak akan berdampak pada subsidi energi. Menurut dia, sebagian BBM yang dijual di dalam negeri masih disubsidi. Adapun jika pemerintah menyesuaikan harga BBM dengan harga minyak dunia, ia khawatir akan terjadi lonjakan inflasi yang dapat mempengaruhi ekonomi. 

Direktur CELIOS Bhima Yudhistira memperkirakan, kenaikan harga minyak dari US$ 63 per barel dalam asumsi APBN menjadi US$ 100 per barel berpotensi meningkatkan pendapatan negara mencapai Rp 111 triliun pada tahun ini. Hal ini karena kenaikan harga minyak juga berdampak pada lonjakan harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit yang ikut mendorong penerimaan negara, baik dalam bentuk pajak maupun PNBP. 

"Di samping itu, yang menjadi urgent adalah bagaimana strategi pemerintah agar kenaikan harga minyak tidak berdampak pada lonjakan inflasi di dalam negeri, sehingga subsidi energi perlu ditambah," ujarnya. 

Oleh karena itu, ia menilai perubahan dalam APBN bersifat mendesak. Pemerintah perlu menyusun kembali ausmsi makro dan pos belanja subsidi lainnya, seperti energi dan bansos untuk memitigasi dampak kenaikan harga komoditas. 

"Jika krisis Rusia dan Ukriana berkelanjutan, tentu harus ada buffer untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga dan penurunan daya beli masyarakat, melalui revisi subsidi energi dan bansos. Perangkat stimulus untuk dunia usaha yang harus disiapkan," ujarnya. 

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...