Modal Asing Kabur dari Surat Utang Pemerintah Rp 2,34 T dalam Sepekan
Bank Indonesia mencatat terdapat aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik sebesar Rp 980 miliar selama sepekan terakhir. Modal asing masuk ke pasar saham, tetapi keluar dari pasar surat berharga negara.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mencatat, terdapat beli neto di pasar saham sebesar Rp 3,33 triliun, Namun, terdapat jual neto di pasar SBN sebesar Rp 2,34 triliun.
"Berdasarkan data setelmen sampai dengan 31 Maret 2022, terdapat non residen jual neto Rp 43,06 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 30,28 triliun di pasar saham," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (1/4).
Premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun turun ke level 83,15 bps per 31 Maret 2022 dari 94,13 bps per 25 Maret 2022. Kondisi ini sejalan meredanya risk off di pasar keuangan global.
Imba hasil (yield) SBN tenor 10 tahun turun ke level 6,.71% pada perdagangan pagi ini. Penurunan seiring yield US Treasury yang juga turun ke level 2,34% pada perdagangan kemarin.
Kaburnya dana asing di pasar SBN menyeret rupiah melemah. Mengutip Bloomberg, kurs garuda melemah 24 poin dalam sepekan ke level Rp 14.370 per dolar AS di penutupan pasar spot sore ini. Pelemahan masih dipengaruhi sentimen eksternal terutama kenaikan suku bunga global serta perang Rusia dan Ukraina.
"Pasar juga menunggu rilis data ketenagakerjaan Amerika malam ini. Data tersebut akan menentukan besaran kenaikan bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) pada pertemuan Mei," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi.
Ia mengatakan pasar mulai berspekulasi bahwa The Fed akan menaikkan bunga lebih agresif sebesar 50 bps pada pertemuan tersebut. Bank sentral utama dunia itu sudah menaikan bunganya 25 bps di pertemuan bulan lalu dna diperkirakan masih ada enam kenaikan sampai akhir tahun.
Dari dalam negeri, pelemahan rupiah sepekan terakhir juga terpengaruh oleh risiko kenaikan inflasi akibat perang di Ukraina. Menurutnya, perang menjadi salah satu pemicu melonjaknya harga-harga sejumlah komoditas domestik, terutama pangan dan energi. Data inflasi Maret menyentuh 0,66% secara bulanan, ini merupakan rekor tertinggi sejak Mei 2019.
Sementara itu, analis pasar uang Ariston Tjendra menyebut pergerakan rupiah sepekan ini juga masih dibayangi sentimen perang Rusia dan Ukraina. Bila mendekati perdamaian, harga aset berisiko termasuk rupiah cenderung menguat.
"Sebaliknya, bila indikasi perdamaian gagal," kata Aristin kepada Katadata.co.id
Sementara dari dalam negeri, ia melihat perbaikan ekonomi masih berlanjut dan menahan pelemahan lebih dalam pada rupiah. Optimisme pemulihan ini didorong kebijakan pelonggaran aktivitas ekonomi.