Alasan Kemenkeu Ingin Ekonomi Indonesia Tak Banyak Bergantung ke Cina

Abdul Azis Said
8 Agustus 2022, 15:57
ekonomi indonesia, cina, perlambatan ekonomi cina, perlambatan ekonomi cina.
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Ilustrasi. Cina saat ini menyerap seperlima ekspor Indonesia,

Pemerintah tengah berupaya agar Indonesia dapat terus meragamkan hubungan dagangnya sehingga tak hanya bergantung ke satu negara, seperti Cina. Negara Tembok Raksasa ini menyerap seperlima ekspor Indonesia sehingga perlambatan yang terjadi di negara tersebut akan berdampak signifikan ke dalam negeri.

"Risiko yang harus kita pantau, salah satunya pertumbuhan ekonomi Cina itu terkoreksi cukup dalam. Ini kita punya hubungan ekonomi yang cukup intens dengan Cina," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dalam diskusi dengan wartawan, Senin (8/8).

Cina merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Sepanjang semester I 2022, nilai ekspor Indonesia ke Cina tercatat sebesar US$ 28,94 miliar. Nilai tersebut setara 20,5% dari total nilai ekspor Indonesia. Pangsa ekspor Cina tersebut jauh di atas Amerika Serikat dan Jepang diurutan kedua dan ketiga yang masing-masing 10,5% dan 8,4%.

Hubungan ekonomi dengan Cina yang cukup besar tersebut membuat kondisi ekonomi Indonesia rentan terpapar efek rambatan jika ekonomi Cina melambat. Karena itu, Febrio menyebut pentingnya diversifikasi hubungan dagang.

"Kita harus melihat bagaimana dampak dari perlambatan ini terhadap aktivitas ekonomi domestik dan bagaimana kita perlu melakukan diversifikasi dari aktivita ekonomi kita sehingga tidak hanya tergantung pada Cina," kata Febrio.

Febrio menyebut, upaya untuk diversifikasi hubungan ekonomi tersebut mulai terlihat. Ekspor Indonesia tidak melulu ke Cina. Belakangan, ia menyebut Indonesia juga mulai memperkuat ekspor ke negara lain di Asia, salah satunya India.

Nilai ekspor Indonesia ke India sepanjang semester I tahun ini sebesar US$ 11,4 miliar. Nilai tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 5,6 miliar dan tahun 2020 sebesar US$ 4,7 miliar. Realisasi tersebut juga sudah melampaui realisasi 2019 sebesar US$ 5,8 miliar.

Diversifikasi hubungan dagang tersebut untuk menghindari dampak jika ekonomi Cina melambat. Negera yang dipimpin Xi Jinping ini sudah menunjukan perlambatan dengan pertumbuhan hanya mencapai 0,4% pada kuartal II, lebih buruk dari realisasi kuartal I sebesar 4,8%. Padahal, Cina biasanya tumbuh tinggi dibandingkan Indonesia.

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi Cina hanya tumbuh 3,3% pada tahun ini dan 4,6% pada tahun depan. Perlambatan ekonomi di Cina tersebut menjadi salah satu dari beberapa downside risk alias risiko yang mendorong pertumbuhan ekonomi dunia bisa melambat tahun ini.

"Risiko penurunan termasuk wabah skala besar dari varian virus yang lebih menular yang memicu penguncian lebih luas di bawah kebijakan zero Covid-19," kata IMF dalam laporannya bulan lalu.

Namun, IMF menyebut risiko perlambatan ekonomi CIna bukan hanya karena kebijakan penanganan  Covid-19 yang ketat, melainkan juga dari krisis properti yang berlanjut. Persoalan di sektor properti disebut bisa menyebabkan krisis yang lebih luas dan efek limpahannya ke keuangan makro.

IMF menyebut perlambatan ekonomi Cina akan memiliki dampak global yang kuat. Dampaknya akan terlihat dari keseimbangan penawaran dan permintaan. Jika pemerintah memberlakukan pengetatan lebih lanjut bisa menyebabkan pasokan terganggu dan harga barang barang naik di seluruh dunia. Di sisi lain, dengan ekonomi Cina melambat, permintaan menjadi lebih rendah tetapi bisa mengurangi tekanan inflasi.



Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...