Rupiah Loyo ke 14.792 per US$ Imbas Rilis Hasil Rapat The Fed
Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis delapan poin ke level Rp 14.776 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Rupiah melemah terimbas rilis terbaru hasil rapat The Fed bulan lalu yang memperkuat ekspektasi pasar terhadap kenaikan bunga The Fed secara agresif.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah ke Rp 14.792 pada pukul 09.20 WIB, semakin jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.768 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah kecuali yen Jepang dan peso Filipina. Pelemahan terdalam dialami won Korea Selatan 0,36% disusul baht Thailand 0,13%, dolar Singapura 0,09%, ringgit Malaysia 0,08%, rupee India 0,07%, yuan Cina dan dolar Taiwan 0,02%, serta dolar Hong Kong 0,01%.
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah akan kembali tertekan hari ini ke kisaran Rp 14.800, dengan potensi penguatan ke Rp 14.740 per dolar AS. Pelemahan rupiah hari ini terimbas notulen rapat The Fed bulan Juli yang dirilis semalam.
"Notulen Rapat the Fed mengungkapkan keinginan the Fed untuk melihat inflasi AS turun secara signifikan. Ini artinya the Fed masih akan mendorong kebijakan kenaikan suku bunga acuannya ke depan," kata Ariston dalam risetnya, Kamis (18/8).
Risalah rapat tersebut menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan sepakat bahwa hingga saat ini hanya ada sedikit bukti yang memperlihatkan tekanan inflasi mereda. Oleh karena itu, kenaikan lebih lanjut yang agresif masih mungkin dilakukan pada pertemuan bulan depan. Inflasi konsumen AS telah turun ke 8,5% secara tahunan pada Juli, setelah mencapai rekor tertingginya dalam empat dekade pada bulan Juni.
Para investor bertaruh The Fed akan lebih dovish dan hanya menaikkan suku bunga mereka sebesar 50 bps pada pertemuan bulan depan. Kenaikan 75 bps sudah dilakukan dalam dua pertemuan beruntun pada Juni dan Juli.
Perlambatan ekonomi Cina sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua turut membebani pergerakan rupiah hari ini. Kebijakan penguncian wilayah akibat Covid-19 telah menyebabkan lesunya ekonomi Cina.
Perlambatan ini terlihat dari rilis data ekonomi pada awal pekan ini. Penjualan ritelnya yhanya tumbuh 2,7% pada Juli dari perkiraan bisa mencapai 5%. "Ini bisa menjadi sentimen negatif ke pasar," kata Ariston.
Di sisi lain, penurunan harga minyak dunia mungkin bisa menjadi katalis positif bagi rupiah. Harga minyak mentah WTO kontrak satu bulan turun ke US$ 88,04 per barel pagi ini, begitu juga jenis brent kontrak dua bulan yang berada di level US$ 93,72 per barel.