Hitung-hitungan Dampak Kenaikan Harga Pertalite Setiap Rp 1.000/Liter
Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat. Jika keputusan ini benar-benar diambil, dampaknya akan terlihat pada kenaikan inflasi yang dapatmempengaruhi pemulihan ekonomi.
Rencana kenaikan harga bahan bakar tersebut sudah disampaikan sejumlah menteri. Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Presiden Jokowi kemungkinan akan mengumumkan naik tidaknya harga BBM pada pekan ini.
Rencana kenaikan harga BBM ini muncul seiring anggaran subsidi dana kompensasi energi tahun ini yang terancam bengkak dari pagu Rp 502,4 triliun. Volume konsumsi untuk BBM bersubsidi, terutama Pertalite saat ini semakin menipis dan diperkirakan tak cukup hingga akhir tahun.
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan asesmen terkait opsi kebijakani yang akan dipilih terkait BBM bersubsidi. Ia menegaskan, naik atau tidaknya harga bahan bakar akan menjadi keputusan Presiden Joko Widodo.
Made sebelumnya menyebut, kenaikan harga menjadi pilihan terakhir. Ia mengindikasikan Kemenkeu kemungkinan akan menambah anggaran alih-alih membiarkan harga Pertalite dan Solar naik.
"Namun dengan kondisi harga minyak dunia yang masih tinggi dan berada di atas asumsi APBN, maka sekarang coba dibuat asesmen kalau harga jual dinaikkan," kata Made kepada Katadata.co.id, Senin (22/8).
Meski demikian, ia memastikan pemerintah mempertimbangkan sejumlah risiko jika harga BBM diputuskan untuk naik. Pemerintah mempertimbangkan dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi, kemiskinan, pengangguran, dan indikator kesejahteraan lainnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menghitung inflasi bisa naik menjadi 6%-7% secara tahunan jika harga pertalite di kerek hingga level Rp 10.000 per liter. Ini sudah menghtuung dampak langsungnya dengan tambahan inflasi 0,93 poin persentase serta dampak tidak langsung melalui second round effect.
"Kalau setiap kenaikan Rp 1.000 per liter dampak inflasinya sekitar 0,4 point presentasi," kata Josua kepada Katadata.co.id
Inflasi yang terus naik tentu akan mempengaruhi perekonomian. Kenaikan harga bahan bakar akan menggerus pengeluaran konsumen untuk kebutuhan lainnya terutama barang-barang sekunder dan tersier. Konsumsi rumah tangga terancam lesu.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), bobot bensin dalam pengeluaran rumah tangga Indonesia mencapai 3,55%, sedangkan dolar menyumbang 0,12%.
Penurunan pada konsumsi akan berimplikasi terhadap produksi. Permintaan yang menurun akan mendorong industri mengurangi belanja modal dan investasi yang dilakukan perusahaan.
Oleh karena itu, Josua melihat ekonomi pada paruh kedua ini tidak akan tumbuh setinggi pada semester pertama. Namun dampaknya pun bergantung pada timing dari kenaikan harga. Apabila dilakukan saat panen raya dimana harga pangan turun, maka dampaknya ke perekonomian tidak begitu signifikan dibandingkan jika kenaikan dilakukan bersamaan dengan kenaikan harga yang biasanya terjadi di akhir tahun.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan kenaikan harga BBM bersubsidi akan mengerek inflasi tahun ini mencapai mencapai level 8% secara tahunan. Ini dengan asumsi harga Pertalite dikerek naik menjadi Rp 10.000 per liter.
"Melihat 2018 pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan serupa, datanya memang terjadi lonjakan inflasi relatif signifikan yang tentu akan mendorong inflasi ke level lebih tingginya," kata Yusuf kepada Katadata.co.id
Ia mengingatkan agar pemerintah menyiapkan skema bantuan sosial (bansos) tambahan jika harga benar akan dinaikkan. Bantuan ini untuk melindungi bukan hanya kelompok miskin rentan, tetapi juga kelompok kelas menengah yang berisiko jatuh ke jurang kemiskinan dengan kenaikan harga BBM.
Menurut dia, potensi kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM ini bisa saja lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah pekerja. Bantuan sosial tambahan perlu diberikan setidaknya hingga akhir tahun ini sembari menanti pemerintah melakukan perbaikan atas data penerima subsidi BBM.
"Kami juga tahu bahwa kenaikan harga ini bisa mempengaruhi komponen perhitungan garis kemiskinan, ketika garis kemiskinan untuk produk makanan itu naik tentu berpotensi mendorong kenaikan persentase penduduk miskin," kata Yusuf.