Sinyal Kuat Pemerintah Segera Umumkan Kenaikan Harga BBM
Pemerintah memberikan sinyal kuat akan segera mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Anggaran subsidi energi yang telah ditambal pemerintah sehingga mencapai Rp 502 triliun pada tahun ini diperkirakan tak akan cukup.
Rapat ini digelar setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada pekan lalu, yang menyatakan Presiden akan mengumumkan kenaikan harga BBM.
"Mungkin minggu depan presiden akan mengumumkan kenaikan harga BBM. Presiden sudah mengindikasikan. tidak mungkin kita mempertahankan harga yang terus demikian. Itu beban yang terlalu besar untuk APBN," kata Luhut saat memberikan kuliah umum di Universitas Hasanuddin pada Jumat (18/8).
Teranyar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah masih memperdalam kebijakan baru mengenai Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi termasuk Pertalite, yang rencananya akan disertai bantalan sosial sebagai kompensasi.
“Bantuan sosialnya diminta untuk diperdalam, anggarannya dari mana, programnya seperti apa,” kata Airlangga usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Airlangga meninggalkan kawasan Istana pada Kamis siang ini bersama tiga menteri sektor ekonomi lainnya yakni Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perindustrian Agus Ginanjar Kartasasmita.
Berdasarkan sumber katadata, pemerintah bakal mengumumkan kenaikan harga karena beban subsidi dan kompensasi energi yang perlu ditanggung bakal bertambah lebih dari Rp 100 triliun. "Kalau hitungannya masih sekitar Rp 100 triliun, pemerintah bisa menahan harga BBM subsidi," kata sumber itu.
Berdasarkan perhitungan Sri Mulyani, pemerintah membutuhkan tambahan anggaran subsidi mencapai Rp 198 triliun untuk menahan harga BBM bersubsidi pada tahun ini. Perhitungan tambahan anggaran subsidi yang dibutuhkan tersebut belum mencakup LPG 3 kg.
"Kalau tidak menaikan harga BBM dan tidak melakukan apa-apa, juga tidak ada pembatasan, maka Rp 502 triliun saja tidak cukup, butuh tambahan lagi," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (23/8).
Sri Mulyani juga berkali-kali menekankan besarnya subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah jika harga BBM tak naik. Ia mengatakan pada hari ini bahwa subsidi energi yang berpotensi membengkak menjadi Rp 700 triliun jika harga BBM tak naik akan melampaui anggaran pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu pos yang mendapatkan alokasi anggaran terbesar karena mendapatkan mandat undang-undang, yakni alokasi sebesar 20% dari total belanja pegawai.
Ia juga mengatakan, penyaluran subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran dan lebih banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas. Sementara daya beli masyarakat menengah ke bawah masih tertekan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi hari ini memanggil menteri-menteri ekonomi untuk membahas kebijakan BBM bersubsidi.
Menurut dia, pemerintah masih menghitung kemampuan untuk menambah kuota subsidi BBM. Hal itu perlu dilakukan karena konsumsi BBM bersubsidi jenis Pertalite melonjak dan dikhawatirkan melebihi kuota subsidi untuk tahun ini.
Saat ini kuota subsidi pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022. Dengan sisa kuota tersebut, Pemerintah memperkirakan pertalite subsidi akan habis pada Oktober 2022.
Sejumlah ekonom menyarankan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi secara terukur dan bertahap untuk menghindari beratnya beban APBN pada tahun depan. "Kalau harga BBM bersubsidi tidak naik, APBN tahun depan akan sangat berat terutama karena defisit anggaran harus kembali ke level 3%," ujar Kepala Ekonom BCA David Sumual kepada Katadata.co.id.
Konsen yang sama disampaikan Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky. Menurut dia, pemerintah sudah berhasil menyusun lintasan yang mulus agar APBN dapat kembali sehat dengan mematok defisit sebesar 2,85% dalam RAPBN 2023. Namun, konsolidasi fiskal ini akan sulit dicapai jika pemerintah memutuskan menambah anggaran subsidi lagi.
"Untuk menjaga defisit di bawah 3% anggaran harusnya mulai dari tahun ini sudah mulai diefisiensikan, sehingga memang akan lebih visibel bagi pemerintah untuk memilih menaikan harga BBM ketmbang menahannya," kata Riefky kepada Katadata.co.id, Jumat (19/8).
Selain itu, menurut dia, pemerintah juga perlu menyadari bahwa tantangan di sektor keuangan saat ini semakin berat. Kenaikan suku bunga menyebabkan biaya utang menjadi lebih mahal. Alternatif sumber pembiayaannya dengan memangkas belanja lainnya yang berarti akan mengganggu program prioritas pemerintah lainnya.