BPS Catat Inflasi Sepanjang 2022 Capai 5,51%, di Bawah Prediksi BI
Badan Pusat Statistik mencatatkan indeks harga konsumen sepanjang tahun 2022 mencatatkan inflasi sebesar 5,51%, di bawah prediksi Bank Indonesia sebesar 5,6%. Inflasi terutama disumbangkan oleh kenaikan harga bensin, bahan bakar rumah tangga, dan tarif angkutan udara.
Kepala BPS Margo Yuswono menjelaskan, inflasi pada Desember secara bulanan mencapai 0,61%. "Inflasi tahun kalender pada 2022 sama dengan inflasi secara tahunan atau year on year yakni mencapai 5,51%," ujar Margo dalam konferensi pers, Senin (2/1).
Ia menjelaskan, seluruh kota yang disurvei BPS mengalami inflasi sepanjang tahun lalu. Inflasi tertinggi dicatatkan oleh Kota Baru mencapai 8,65%, sedangkan yang terendah adalah Sorong 3,26%.
"Penyumbang inflasi tertinggi berasal dari bensin, bahan bakar rumah tangga, makanan, tarif angkutan udara, diikuti beras, rokok kretek filter, telur ayama ras dan kontrak rumah," kata dia.
Ia menjelaskan, inflasi secara bulanan pada Desember terutama disumbangkan oleh harga makanan yang mengalami inflasi 0,66% dengan andil 0,66%. Perumahan air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga juga mencatatkan inflasi 0,63% dengan andil 0,12%, disusul transportasi yang mencatatkan inflasi 0,45% dengan andil 0,12%.
"Inflasi Desember merupakan inflasi musiman, karena ada peningkatan permintaan akibat liburan sekolah dan perayaan Natal dan Tahun Baru," ujarnya.
Komoditas yang menyumbangkan inflasi sepanjang Desember, menurut dia, terutama yakni air minum PAM dengan andol sebesar 0,07%, beras 0,07%, telur ayam ras 0,06%, kontrak rumah 0,05%, daging ayam ras dan tomat-tomat masing-masing 0,04%.
Margo menjelaskan, inflasi pada tahun lalu terpengaruh oleh beberapa peristiwa yang terjadi secara global maupun di dalam negeri. Pengendalian Covid-19 pada tahun lalu yang lebih terkendali menyebabkan peningkatan permintaan sehingga menyebabkan ketidakseimbangan permintaan dan suplai sehingga mendorong inflasi.
"Pada 2022, ada perang dan ketegangan politik di sejumlah wilayah, ini memicu disrupsi rantai pasok pangan dan energi" ujarnya.
Ia mengatakan, inflasi tinggi juga terjadi di berbagai negara. Sejumlah bank sentral memutuskan untuk mengetatkan keuangan akibat inflasi tinggi dengan menaikkan suku bunga.
Sementara di dalam negeri, menurut dia, inflasi dipengaruhi oleh kelangkaan minyak goreng, kenaikan harga avtur dan transportasi udara, anomali cuaca, kegagalan panen beberapa negara, harga BBM, hingga permintaan yang naik.