Rupiah Menguat ke Level 15.300/US$ Pagi Ini, Ada Andil Inflasi Cina
Nilai tukar rupiah dibuka menguat pagi ini 23 poin ke level Rp 15.459 per dolar AS di pasar spot. Rupiah menguat terpengaruh data inflasi konsumen di Cina serta penantian rilis inflasi AS malam ini yang diperkirakan kembali turun.
Mengutip Bloomberg, rupiah semakin menguat ke level Rp 15.386 pada pukul 10.00 WIB.
Mayoritas mata uang Asia lainnya juga menguat terhadap dolar AS. Yen Jepang terapresiasi 0,54% l dolar Hong Kong 0,05%, dolar Singapura 0,07%, won Korsel 0,15%, rupee India 0,26%, yuan Cina 0,07%, ringgit Malaysia 0,04% dan bat Tailand 0,23%. Hanya peso Filipina dan dolar Taiwan yang melemah terhadap dolar AS.
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah akan menguat hari ini setelah data inflasi Cina menunjukkan sedikit kenaikan secara tahunan pada bulan lalu. Rupiah berpotensi menguat ke arah Rp 15.430 dengan potensi resistance di kisaran Rp 15.550 per dolar AS.
Data inflasi konsumen Cina menunjukkan kenaikan 1,8% secara tahunan pada Desember, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 1,6%. Sementara inflasi secara bulanan bergerak datar, sedikit di atas perkiraan pasar yakni deflasi tipis 0,1%.
"Ini bisa mengindikasikan bahwa permintaan di Cina mulai naik dan ekonomi mulai bertumbuh yang bisa memberikan dampak positif untuk negara partner dagangnya dan memberikan sentimen positif untuk rupiah," kata Ariston dalam catatannya pagi ini, Kamis (12/1).
Selain itu, menurutnya, pasar juga akan mencermati ekspektasi bahwa bank sentral AS, The Federal Reserve akan sedikit melunak. Berdasarkan alat pemantauan CME Group fedWatch, kemungkinan besar The Fed akan menaikkan bunga hanya 25 bps, dengan probabilitas 77,2%, sedangkan sisanya kemungkinan naik 50 bps.
Analis DCX Lukman Leong juga memperkirakan rupiah akan menguat hari ini seiring penantian data inflasi AS nanti malam yang diperkirakan kembali turun. Rupiah diramal bergerak di rentang Rp 15.400-Rp 15.550 per dolar AS.
"Rupiah berpotensi menguat oleh harapan turunnya inflasi di AS memicu sentimen risk on dan permintaan aset atau mata uang beresiko," kata Lukman dalam catatannya.
Mengutip investing.com, inflasi konsumen AS bulan Desember diperkirakan kembali turun ke 6,5% secara tahunan. Jika tidak meleset, ini mengindikasikan penurunan lebih lanjut dari posisi bulan sebelumnya 7,1%.
Lukman juga menyebut pasar menyambut positif berlanjutnya penurunan pada inflasi harga produsen di Cina. Harga-harga di tingkat pabrik Cina deflasi 0,7%, lebih besar dari polling Reuters 0,1%.