KPK Periksa Putra Setya Novanto Dalam Kasus e-KTP
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memeriksa putra Setya Novanto yang bernama Rheza Herwindo. Rheza diperiksa sebagai saksi tersangka baru kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) Paulus Tannos.
Ini berarti dalam dua hari, lembaga antirasuah itu telah memanggil dua anak mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu untuk diperiksa. Pada hari Rabu (29/8), putrinya yang bernama Dwina Michaella juga dimintai keterangan KPK sebagai saksi untuk Paulus.
“Penyidik dijadwalkan memeriksa Komisaris PT Skydweller Indonesia Mandiri Rheza Herwindo,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (29/8). Saat ini Rheza telah masuk ke dalam Gedung KPK, Kuningan untuk diperiksa penyidik.
(Baca: Sebut Puan dan Pramono, Setnov Minta KPK Telusuri Pelaku e-KTP Lain)
Paulus diduga bertemu dengan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, serta dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi Husni pada tahun 2011. Pertemuan tersebut menghasilkan prosedur operasional standar yang dijadikan pedoman penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) KTP elektronik.
Setelahnya, Direktur Utama PT. Sandipala Arthautama itu bersama Andi Agustinus (Andi Narogong), serta Johannes Marliem membahas pemenangan konsorsium PNRI. Tak hanya itu, mereka juga bersepakat akan fee 5% dan pembagian uang kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri dan Anggota DPR. Adapun Sandipala diduga mendapat Rp 145,8 miliar dari proyek e-KTP. Sedangkan Husni maupun Isnu telah dijadikan tersangka oleh KPK pertengahan bulan ini.
(Baca: Klaim Punya Bukti Baru, Setya Novanto Ajukan PK Kasus e-KTP)
Novanto hari Rabu (28/8) kemarin telah mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus yang menyeretnya ke penjara itu. Kuasa hukum Novanto yakni Maqdir Ismail mengatakan adanya bukti baru jadi alasan kliennya mengajukan PK. Selain itu Maqdir menilai adanya putusan hukum yang saling bertentangan.
“(Alasan) ketiga ada kekhilafan hakim,” kata Maqdir.
Setya Novanto divonis 15 tahun penjara dalam korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Mantan Ketua DPR ini juga didenda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Setnov juga diwajibkan membayar uang korupsi US$ 7,3 juta, dikurangi Rp 5 miliar yang telah dikembalikan ke negara melalui KPK. Apabila Setnov tidak membayar setelah berkekuatan hukum tetap, maka hartanya akan disita atau dilelang. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan, yakni mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani hukuman.