Klaster Tenaga Kerja di Omnibus Law Akan Dibahas Paling Akhir oleh DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja tidak menampung aspirasi serikat buruh. Ini lantaran pembahasan aturan sapu jagat tersebut belum membahas klaster tenaga kerja yang selama ini dipersoalkan pekerja.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan pembahasan RUU Cipta Kerja baru menyisir hingga bab tiga. Sedangkan klaster tenaga kerja yang diprotes buruh berada dalam bab empat.
Baidowi menjelaskan aspirasi serikat buruh tetap akan diserap dalam pembahasan klaster tenaga kerja. Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu juga mengatakan pembahasan klaster tenaga kerja dalam RUU Cipta Kerja akan dibahas terakhir.
"Kecuali nanti ada rapat lagi yang menganulirnya," kata Baidowi ketika dihubungi Katadata.co.id, Selasa (4/8).
Baidowi juga membantah tudingan buruh bahwa pihaknya membahas RUU Cipta Kerja secara diam-diam. Menurutnya, masyarakat yang ingin memantau jalannya pembahasan bisa memantau secara langsung ruang rapat DPR dengan memenuhi protokol kesehatan. "Serta bisa pantau dari TV Parlemen," kata Baidowi.
Sebelumnya Tim Tripartit RUU Ciptaker telah rampung membahas kluster ketenagakerjaan dan akan menyerahkan rumusan ini kepada DPR. Namun dalam pembahasannya, tuntutan buruh hanya akan menjadi rekomendasi dan tidak masuk dalam perubahan pasal-pasal mengenai ketenagakerjaan.
"Seluruh masukan dari tim tripartit ini akan dipergunakan sebagai rumusan penyempurnaan dari Draft RUU Cipta Kerja yang telah disampaikan ke DPR," kata Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dikutip dari Antara.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) lalu memprotes pembahasan RUU Cipta Kerja yang terkesan diam-diam dan dadakan. Mereka juga menolak pembahasan RUU ini yang seolah dikebut karena dilakukan ketika memasuki masa reses.
Presiden KSPI Said Iqbal menuding aksi DPR mengebut pembahasan Omnibus Law karena sedang mengejar setoran karena takut menghadapi penolakan dari rakyat dan kaum buruh. Atas dasar itu, Iqbal meminta dewan bisa menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja.
DPR bersama pemerintah lebih baik fokus pada strategi mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengancam jutaan buruh. "Padahal omnibus law menyangkut kepentingan rakyat dan akan berdampak 30-40 tahun ke depan bagi bangsa Indonesia, tetapi justru pembahasannya dilakukan diam-diam,” kata Iqbal, Senin (3/8).