Langgar Kode Etik, Pimpinan KPK Lili Pintauli Dihukum Potong Gaji 40%
Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghukum Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dengan sanksi pemotongan gaji 40% selama 12 bulan. Majelis berpandangan, sanksi tersebut sudah cukup memadai.
Lili terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M. Syahrial. Lili mendorong Syahrial untuk menyelesaikan pengurusan kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
"Majelis berpendapat bahwa cukup memadai yang bersangkutan dijatuhkan sanksi pemotongan gaji 40% selama 12 bulan. Tidak perlu diperdebatkan," kata Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung KPK, Senin (30/8).
Dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 02 Tahun 2020, ada dua sanksi berat bagi pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi. Sanksi itu terdiri atas pemotongan gaji sebesar 40% selama 12 bulan dan diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebaagi Dewan Pengawas dan Pimpinan.
Tumpak pun tidak menutup kemungkinan Majelis menjatuhkan hukuman yang lebih berat apabila Lili mengulang perbuatan pelanggaran yang serupa selama menjalani hukuman. Ia juga memastikan, tidak ada permainan kasus dalam pelanggaran ini. "Jadi kami semata-mata melihat dari sisi etik, kepantasan, dan kepatuhan," ujar dia.
Anggota Majelis Etik Albertina Ho mengatakan, Lili memberikan pengaruh yang kuat kepada Syahrial dan Direktur PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai Zuhdi Gobel. Ini dilakukan lantaran adik ipar Lili belum menerima pembayaran jasa pengabdian dari PDAM.
Selanjutnya, Ruri membuat surat yang ditujukan ke Direktur PDAM yang ditembuskan ke KPK. "Zuhdi membuat surat ke Dewas yaitu Yusmada untuk menyetujui pembayaran jasa pengabdian," kata Albertina Ho.
Untuk itu, Lili terbukti melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 yentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Kemudian, Lili juga terbukti berhubungan langsung dengan M. Syahrial sebagai pihak berperkara terkait kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di Tanjungbalai.
Terpisah, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, putusan Dewas KPK belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Semestinya sanksinya adalah Permintaan mengundurkan diri atau pemecatan," katanya.
Menurutnya, pengunduran diri perlu dilakukan untuk menjaga kehormatan KPK. "Jika tidak mundur maka cacat/noda akibat perbuatannya yang akan selalu menyandera KPK sehingga akan kesulitan melakukan pemberantasan Korupsi," ujarnya.