Dampak Pandemi, Buruh Minta Upah Minimum Tahun 2022 Naik 7-10%
Buruh mengusulkan upah tahun depan naik pada rentang 7-10% dibandingkan tahun ini. Mereka meminta besaran kenaikan ini dipenuhi lantaran daya beli tengah terpukul dampak pandemi Covid-19.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, angka tersebut diperoleh dari rata-rata kenaikan kebutuhan hidup layak (KHL) secara nasional. Iqbal mengaku formulasi tersebut disusun berdasarkan survei harga barang di pasar.
"Telah terjadi peningkatan harga di pasar sehingga setelah kalkulasi dari 60 item (KHL), muncul kenaikan rata-rata yaitu antara 7-10%," kata Iqbal dalam konferensi pers virtual, Rabu (29/9).
Selain itu, KSPI juga meminta penetapan upah minimum tidak mengacu pada aturan Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2020. Sebaliknya, penetapan upah perlu tetap mengacu pada survei KHL.
Meski demikian, Iqbal mengatakan usulan kenaikan KHL bisa berbeda-beda di setiap daerah. "Penetapan upah minimum yang dasarnya adalah UU Cipta Kerja dan PP 35, maka kami menolak," ujar dia.
KSPI dan seluruh serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Daerah juga tidak akan ikut terlibat dalam pembahasan dan penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2022.
Mereka beralasan setiap kepala daerah berhak untuk menetapkan upah di atas batasan minimum. Ini artinya, bupati atau wali kota tetap bisa menetapkan upah sektoral. "Ini dasar hukumnya Perda yang tidak dicabut oleh omnibus law," ujar Iqbal.
KSPI juga akan mengorganisir aksi penolakan upah minimum 2022 yang mengacu pada aturan UU Cipta Kerja. Adapun, demonstrasi akan dilakukan secara serempak di 34 provinsi.
"Hampir 400 kabupaten/kota serempak ke wali kota untuk menuntut tidak diberlakukan UMK yang mengacu UU Cipta Kerja dan menuntut upah lebih besar dari UMK," ujar dia.
Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah meminta penyesuaian penetapan upah tahun 2022 tetap memperhatikan kemampuan perusahaan pemberi kerja. Hal tersebut lantaran kondisi ekonomi saat ini masih terimbas dampak pandemi Covid-19.
"Tak hanya berpikir kesejahteraan pekerja atau buruh, tapi juga memperhatikan kemampuan perusahaan dan kondisi perekonomian nasional, " kata Ida, seperti dikutip dari keterangan pers, Kamis (23/9).