KSP: Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Komitmen Jokowi Atasi Korupsi
Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian ekstradisi untuk buronan. Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan, perjanjian tersebut merupakan bentuk Presiden Joko Widodo untuk memberantas korupsi.
Ngabalin mengatakan, perjanjian itu menjadi bukti aksi Jokowi terhadap tindakan kejahatan, pencucian uang, dan tindak pidana korupsi (tipikor). "Keberanian yang dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk membuktikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa soal komitmen terhadap pemberantasan korupsi," kata Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin dalam keterangan video, Rabu (26/1).
Adapun, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal ini dianggap menjadi warisan yang ditinggalkan oleh Jokowi.
Ngabalin pun mengingatkan seluruh pihak untuk tidak terlibat dengan kasus korupsi. "Jangan coba-coba ada lagi yang mau main-main dengan melakukan tipikor di negeri ini," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menggelar pertemuan bilateral di The Sanchaya Resort Bintan, Bintan, Kepulauan Riau pada Selasa (25/01). Dalam pertemuan tersebut, keduanya menyaksikan penandatanganan sejumlah perjanjian, salah satunya perjanjian ekstradisi untuk buronan.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly serta Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam. "Untuk perjanjian ekstradisi dalam perjanjian yang baru ini masa retroaktif diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun," kata Jokowi dalam keterangan video, Selasa (25/1).
Mengutip dari keterangan pers Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, perjanjian yang ditandatangani oleh kedua negara memungkinkan dilakukannya ekstradisi terhadap pelaku 31 jenis tindak pidana serta pelaku kejahatan lainnya yang telah diatur dalam sistem hukum kedua negara. Kesepakatan pemberlakukan masa retroaktif hingga 18 tahun terhadap tindak kejahatan yang berlangsung sebelum berlakunya perjanjian ekstradisi Indonesia Singapura.
Perjanjian ekstradisi buronan Indonesia – Singapura ini juga memiliki fitur khusus untuk mengantisipasi celah hukum dan muslihat pelaku kejahatan. Misalnya, perubahan status kewarganegaraan untuk menghindari penegakan hukum.
Dalam perjanjian ekstradisi ini, status warga negara pelaku kejahatan yang berubah tidak dapat mengecualikan pelaksanaan ekstradisi mengingat pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan status kewarganegaraan pelaku ketika tindak kejahatan terjadi.
Dengan demikian, pemberlakukan perjanjian ekstradisi buronan akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak kriminal di Indonesia dan Singapura. Bagi Indonesia, pemberlakuan perjanjian ekstradisi diyakini dapat menjangkau pelaku kejahatan di masa lampau dan memfasilitasi implementasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).