Dampak Pandemi Covid-19, 1,7 Juta Bayi Belum Dapat Imunisasi Dasar
Sebanyak 1,7 juta bayi di seluruh Indonesia masih belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Kementerian Kesehatan mengatakan tingginya penyebaran Covid-19 menjadi alasan orang tua khawatir membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.
Untuk memperbaiki keadaan ini, maka Kemenkes bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencapai target minimal 85% dari 1,7 juta bayi memperoleh imunisasi dasar. Hal ini juga sejalan dengan landainya penularan Covid-19 dan bulan imunisasi anak nasional (BIAN) yang jatuh pada Mei 2022.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI dr. Maxi Rein Rondunuwu mengatakan angka 1,7 juta ini tersebar di seluruh Indonesia. Angka ini di antaranya terdiri dari 139 ribu bayi di Aceh, 163 ribu bayi di Sumatra Utara, 149 ribu bayi di Riau, 116 ribu bayi di Sumatera Barat, dan 111 ribu di DKI Jakarta.
“Provinsi lain itu angkanya masih di bawah 100 ribu bayi. Saya kira pengalaman dengan vaksin Covid-19 ini tidak susah, asal ada dukungan dengan Kemendagri serta pemerintah daerah, maka target 85% bisa dicapai,” kata Maxi dalam Temu Media, Kamis (12/9).
Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hartono Gunadi menyatakan bahwa imunisasi dasar wajib diterima bayi. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penularan virus Covid-19 ini sebenarnya tidak lebih cepat dibanding campak yang bisa dicegah melalui imunisasi dasar.
“itu setara dengan 80 kematian yang bisa dicegah dengan imunisasi,” kata Hartono.
Kemenkes juga menetapkan setiap bayi wajib menerima 14 macam imunisasi dasar, bertambah tiga dari ketetapan sebelumnya. Imunisasi tambahan pertama adalah vaksinasi Human Papillomavirus (HPV) yakni vaksin kanker serviks yang akan diberikan pada pelajar perempuan kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar.
Pemberian vaksin HPV akan berlangsung pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang jatuh pada bulan Agustus dan November. Namun pemberlakuannya baru akan berlangsung secara nasional pada 2023 hingga 2024.
Kedua, Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) untuk mencegah pneumonia pada bayi di bawah dua tahun. Di umur yang sama, pemerintah juga menambahkan vaksinasi wajib rotavirus untuk mencegah diare.
“Khusus untuk PCV dan rotavirus ini ditargetkan ke anak balita, karena kematian yang paling besar adalah dari infeksi pneumonia dan infeksi di perut,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Dalam jangka panjang, Kemenkes tengah menyiapkan transformasi teknologi digital yang memudahkan histori vaksin masyarakat. Untuk itu, buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang biasa digunakan untuk menyimpan histori imunisasi anak akan digantikan dengan penyimpanan digital di aplikasi PeduliLindungi.
“Sehingga setiap saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan pada 15-20 tahun lagi, ia bisa tetap mengambil datanya yang ada di Kemenkes,” ujar Budi.