Era Energi Baru, Holding BUMN Tambang Pacu Gasifikasi Batu Bara & PLTS
Tren penggunaan energi terbarukan terjadi pada banyak korporasi di Indonesia, tak terkecuali PT Indonesia Asahan Aluminium atau MIND ID. Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan ini menyambut transformasi energi dengan sejumlah strategi pada anak usahanya.
Ini lantaran ada kecenderungan dunia akan beralih dari energi fosil. Sedangkan di perut bumi Indonesia masih banyak tersimpan baik berupa fosil yang tak terbarukan seperti batu bara.
“Kami mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk berpacu dengan tren dunia yang menolak hasil fosil,” kata Direktur Transformasi Bisnis MIND ID Suryo Eko Hadianto dalam webinar bertajuk tantangan bidang energi usai pandemi yang digelar Ikatan Alumni Universitas Prasetya Mulya, Sabtu (7/11).
Salah satu langkah besar yang disiapkan adalah gasifikasi batu bara yang saat ini dilakukan PT Bukit Asam Tbk. Dia mengatakan proyek ini merupakan cara PTBA mengutilisasi kandungan batu bara yang besar.
Dia memperkirakan proses gasifikasi ini akan rampung pada 2023 atau 2024 dan menghasilkan 1,4 juta ton DME atau setara 1 juta ton LPG. “Jadi tidak hanya dibakar untuk pembangkit listrik tapi bisa menjadi gas untuk menggantikan impor agar devisa negara terkontrol,” kata Suryo.
Sementara PTBA akan terus memproduksi batu bara dengan volume 100 juta ton per tahun hingga. Eksploitasi ini dilakukan karena waktu yang sempit sebelum banyak industri beralih ke energi terbarukan.
PTBA juga sudah bekerja sama dengan PT Angkasa Pura II (Persero) untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di bandara yang dikelola AP II. Selain itu, mereka akan mengembangkan PLTS di lahan bekas tambang.
Beberapa tempat yang potensial adalah bekas tambang di Ombilin, Sumatera Barat dan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. “Karena syaratnya lahan terbuka dan bebas dari gangguan yang menghalangi sinar matahari,” kata Suryo.
Bersamaan ini, tambang yang telah ditutup bisa dijadikan lahan reboisasi untuk tanaman kelapa sawit yang bisa diolah menjadi biofuel. Tak hanya itu, MIND ID juga akan masuk dalam bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memasok smelter mereka. Ini lantaran biaya produksi listrik dari PLTA relatif murah. “Ke depan, smelter kami akan bertenaga litsrik dari air,” katanya.
Tak hanya itu, MIND ID juga akan menyambut potensi baterai kendaraan listrik dengan hilirisasi nikel bersama PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Selain utk mobil listrik, baterai yang dikembangkan bisa digunakan untuk menyimpan listrik di daerah terpencil.
“Kalau bakai battery cell bisa dibawa hingga (pedalaman) Papua atau Kalimantan,” ujar Suryo.
Strategi relatif sama untuk menyambut energi bersih juga dilakukan PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Power. Pertamina memperkirakan jika proses tranformasi hijau benar-benar berjalan, maka porsi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi dunia akan menurun dari 90% pada 2019 menjadi 67% pada 2030.
Oleh sebab itu Pertamina adalah mengintegrasikan rantai nilai dari sumber daya hilir termasuk kelistrikan. Salah satu yang menjadi fokus adalah mengembangkan sumber energi alternatif dan lebih bersih seperti panas bumi dan gas. “Jadi memproduksi power, khususnya geotermal,” kata Senior Vice President Corporate Strategic Growth Pertamina Daniel Purba.
Sedangkan PT Medco Power Indonesia juga akan menjadikan energi terbarukan lantaran potensi bisnis ini akan terus melesat ke depannya. Apalagi beberapa negara lain juga telah menetapkan rencana serupa.
Sebagai contoh, Thailand menetapkan target porsi energi terbarukan hingga 35% pada 2035. Sedangkan Tiongkok menargetkan 50% pembangkit listrik mereka tak menggunakan energi fosil pada 2030.
Meski demikian mereka juga menggunakan liquified natural gas (LNG) sebagai loncatan menuju pengembangan energi baru dan terbarukan. Alasannya, Medco merupakan pemasok gas sehingga perlu mengintegrasikan bisnis hilir. Faktor berikutnya, gas bumi ini merupakan energi yang relatif bersih.
“Renewable energy memang potensial, tapi ada faktor intermiten untuk melengkapi pembangkit listrik,” kata Planning & Business Development Director Medco Power Indonesia Femi Sastrena.
Target Pemerintah
Sedangkan pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan di Indonesia dapat menyentuh 23% pada 2025 dan 31% pada 2050. Meski demikian, realisasinya saat ini baru mencapai 10%, mayoritas dari panas bumi, air, angin, dan sinar matahari.
Maka Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta Direktur Jenderal EBTKE yang baru Dadan Kusdiana mengejar target tersebut. Selain itu Arifin memerintahkan Dadan mempercepat penyusunan aturan agar harga listrik energi terbarukan lebih kompetitif.
Dengan begitu investor pun tertarik menanamkan uangnya di sektor ini. Selain itu, untuk pengawasan, Dadan perlu melakukan pendampingan sejak penyusunan program hingga pemanfaatannya. “Dirjen EBTKE harus menjadi katalisator dan mampu mendorong pelaksanaan reformasi birokrasi,” kata Arifin saat pelantikan pejabat eselon I ESDM, Jumat (6/11).
Meski demikian, pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menyatakan pengembangan energi terbarukan tidak bisa meniadakan peran energi fosil. Apalagi pemakaian minyak, gas bumi, dan batu bara tetap mayoritas, di kisaran 60%.
Pri Agung melihat posisi Indonesia tetap sejalan dengan transisi energi global namun tetap harus melakukannya sesuai dengan sumber daya alam yang negara ini miliki. “Sebaiknya tidak latah dengan mengekor kebijakan negara lain begitu saja,” kata Pri Agung, Jumat (6/11).