Grup Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air memutuskan untuk pecah kongsi. Padahal, kongsi tersebut dibentuk dalam rangka restrukturisasi Sriwijaya Air agar mampu membayar utang kepada beberapa perusahaan pelat merah, termasuk Grup Garuda.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah menyatakan bila kerja sama tersebut tidak bisa diteruskan, maka restrukturisasi Sriwijaya Air tetap harus berjalan.
Sebab, Sriwijaya Air harus tetap membayar utang-utangnya. "Kalau tidak bisa deal tetap restrukturisasi dan bayar ke BUMN," ujar dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (12/11).
(Baca: Luhut Minta BPKP Mengaudit Keuangan Hasil Kongsian Sriwijaya - Garuda)
Saat ini, menurut Edwin, kedua belah pihak masih melakukan negosiasi untuk melihat kemungkinan menjalin kembali kerja sama yang sudah putus. Negosiasi bakal berlangsung dalam tiga bulan ini.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Sriwijaya Air Yusril Ihza Mahendra mengatakan kerja sama tersebut justru merugikan kliennya. Sebab, kerja sama tersebut membuat operasional Sriwijaya Air menjadi tak efisien dan justru membuat utang perusahaan semakin membengkak.
Menurut dia, Garuda secara sepihak menerapkan biaya manajemen sebesar 5% dan pembagian keuntungan sebesar 65% yang dihitung dari pendapatan kotor. Di sisi lain, biaya operasional menjadi semakin mahal lantaran beberapa kebijakan.
(Baca: Kerja Sama dengan Garuda, Yusril: Utang Sriwijaya Air Malah Membengkak)
Kebijakan yang dimaksud seperti perawatan pesawat yang semula dikerjakan Sriwijaya kini dikerjakan Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF). Selain itu, kru pesawat yang semula ditempatkan di asrama milik Sriwijaya Air, dipindahkan ke hotel sesuai kebijakan Garuda.
Yusril juga menyoroti kebijakan penempatan manajemen Garuda di Sriwijaya Air. Seiring kebijakan ini, frekuensi penerbangan pada sejumlah rute-rute gemuk Sriwijaya Air dikurangi. Di sisi lain, Citilink masuk dan mengisi rute-rute tersebut.
"Seperti ke Bangka Belitung, kampung Sriwijaya Air. Biasanya ada 14 penerbangan dengan tujuh penerbangan diisi Sriwijaya Air, sekarang tinggal dua dan diisi Citilink. Jadi sebenarnya ingin menyelamatkan Sriwijaya Air atau Garuda Indonesia?" kata dia, Kamis pekan lalu.