Perusahaan retail mode asal Amerika Serikat (AS) Forever 21 menyatakan telah mengajukan pailit. Perusahaan yang fokus menjual busana untuk perempuan muda dan remaja tersebut meminta persetujuan untuk menutup 178 tokonya di AS. Perusahaan juga berencana melikuidasi tokonya di Asia dan Eropa.
“Kami berharap sejumlah besar toko masih buka dan beroperasi seperti biasa. Kami tidak berharap keluar dari pasar utama kami di AS,” demikian pernyataan perusahaan dalam surat kepada pelanggannya seperti dikutip CNN.
Saat ini, perusahaan memiliki 815 toko di 57 negara. Pekan lalu, perusahaan mengumumkan akan keluar dari Jepang dan menutup keseluruhan 14 tokonya di negara tersebut. Perusahaan juga menyatakan bahwa anak usahanya di Kanada telah mengajukan pailit dan berencana menutup 44 toko di sana untuk mengurangi tekanan bisnis.
(Baca: Aprindo Beri Saran Peretail Agar Tak Bangkrut seperti Forever 21)
Berdasarkan dokumen pengajuan pailit yang dikutip Reuters, Forever 21 memiliki aset dan kewajiban masing-masing US$ 1-10 miliar atau sekitar Rp 14-141 triliun. Perusahaan menyatakan telah menerima pendanaan berupa pinjaman US$ 275 juta dari JPMorgan Chase Bank dan suntikan modal baru US$ 75 juta dari TPG Sixth Street Partners, dan beberapa afiliasinya.
Executive Vice President Wakil President Linda Chang mengatakan pengajuan pailit penting dan perlu dilakukan untuk mengamankan masa depan perusahaan. “Pengajuan pailit memungkinkan kami untuk mereorganisasi bisnis dan memposisikan ulang Forever 21,” kata dia dalam siaran pers, seperti dikutip CNN.
Forever 21 menambah panjang peretail tradisional yang menghadapi masalah di tengah berkembangnya tren belanja online. Peretail tradisional terbebani oleh tingkat utang yang tinggi dan biaya sewa toko. “Peretail yang bersandar pada utang untuk membiayai pertumbuhannya selalu menjadi yang paling rentan mengalami perlambatan (bisnis),” kata ahli bisnis dari A.T Kearney Greg Portell.
Dalam beberapa tahun ini, peretail yang sehat pun melakukan penutupan toko, sedangkan peretail yang keuangannya tertekan mengajukan pailit. Di AS, peretail telah mengumumkan penutupan lebih dari 8.200 toko, meningkat dari tahun lalu yaitu 5.589 toko menurut data Coresight Research.
Payless dan Gymboree mengajukan pailit untuk yang kedua kalinya, dengan jumlah toko yang tutup mendekati 3.000 toko. Coresight memprediksi, jumlah toko yang ditutup peretail bisa mencapai 12 ribu hingga akhir 2019.
Adapun Forever 21 didirikan pada 1984 di Los Angeles oleh dua imigran asal Korea Selatan yaitu Do Won Chang dan istrinya, Jin Sook. Jaringan toko berkembang cepat di mal-mal di pinggiran kota, dengan menyediakan barang mode standar yang terjangkau dan selalu diperbaharui. Dari sana, jaringan Forever 21 kian luas.
Forever 21 membangun toko-toko besar, seperti toko empat lantai dengan 151 ruang ganti di jantung New York Times Square. CNN mencatat, ketika banyak peretail mulai memangkas jaringan toko mereka dalam beberapa tahun belakangan, Forever 21 terus menambah toko setidaknya hingga 2016.
Portell mengungkapkan, jaringan retail tradisional yang fokus menjual busana perempuan muda dan remaja berjuang dalam beberapa tahun ini, seiring siklus mode yang semakin pendek dan beralihnya pelanggan yang lebih muda ke pembelian online.
“Kombinasi dari perubahan mode yang cepat, dan bertambah cepatnya rantai pasokan telah memperburuk risiko lantaran meningkatkan peluang kesalahan peretail dalam membaca tren dan melewatkan sejumlah siklus tren,” kata dia.
CNN mencatat, perusahaan retail mode asal AS Wet Seal, American Apparel dan Delia’s mengajukan pailit dan menutup seluruh toko dalam lima tahun belakangan. Sedangkan Aeropostale mengajukan pailit di 2016 tapi tetap membuka beberapa toko. Charlotte Russe juga mengajukan pailit tahun ini.
Hingga kini, Forever 21 masih dimiliki oleh pendirinya Do Won Chang dan Jin Sook. Forbes memerkirakan kekayaan bersih keduanya sekitar US$ 1,5 miliar. Adapun Forever 21 mencatatkan penjualan tahunan US$ 3,4 miliar dan mempekerjakan 30 ribu pegawai.