Pelemahan bisnis retail sejak 2017 mendorong perusahaan melakukan efisiensi serta menahan laju ekspansi tahun ini. Salah satunya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), emiten retail pemilik jaringan gerai Alfamart ini berencana memangkas alokasi belanja modal (capital expanditure/capex) tahun ini sebesar 36% menjadi Rp 2,3 triliun dari realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp 3,6 triliun.
Presiden Direktur Sumber Alfaria Trijaya Hans Prawira mengatakan penurunan belanja modal perseroan tahun ini sejalan dengan penurunan jumlah ekspansi gerai perseroan yang tak seagresif tahun sebelumnya. Menurutnya, jika tahun sebelumnya ekspansi gerai Alfamart bisa mencapai lebih dari 1.100 unit gerai, tahun ini jumlahnya dipangkas hanya mencapai 800 unit.
(Baca : Fokus Digitalisasi, Alfamart Rem Ekspansi Gerai)
Selain dari segi jumlah, perusahaan juga akan lebih selektif dalam hal pemilihan lokasi gerai ke area yang tak terlalu padat. Alasannya bukan semata karena masalah profit, tetapi juga ia khawatir ekpansi yang berlebihan di suatu wilayah dapat memicu kanibalisasi antar gerai.
"Fokus kami tahun ini 50% di Pulau Jawa dan 50% luar Jawa. Wilayah timur bagus, kami sudah ada di Kalimantan, Sulawesi, Manado karena potensi di sana cukup besar terutama dari kenaikan komoditi meningkatkan daya beli di luar pulau," ujar Hans di Jakarta, Senin (2/4).
Selain itu, potensi daya beli di kawasan Indonesia timur juga akan diperkuat perusahaan dengan memaksimalkan dukungan pusat distribusi. Sejauh ini, Alfamart memiliki 32 pusat distribusi.
“Kami akan upayakan peningkatan kinerja, perbaikan, dan terus melakukan efisiensi biaya,” ungkapnya.
Hingga akhir 2017, Alfamart memiliki 13.477 gerai. Tak hanya di Indonesia, Alfamart juga memiliki 350 gerai di Filipina.
Sedangkan dari sisi kinerja keuangan, Sumber Alfaria pada tahun lalu tercatat mengantongi penjualan sebesar Rp 61,4 triliun, tumbuh 9,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 56,1 trilun, kendati dari segi laba bersih anjlok 50% menjadi Rp 300 miliar dari periode 2016 yang tercatat sebesar Rp 601 miliar seiring dengan kenaikan beban.
(Baca juga : Penjualan Tumbuh Melambat, Laba Alfamart Anjlok 50%)
"Tahun lalu industri fast moving consumer goods (fmcg) relatif cukup berat, semua pelaku ritel alami itu. Ekspektasi kenaikan sales tidak tercapai sementara biaya terus naik. Komponen biaya terbesar kami ada di labour, karena tenaga kerja tidak bisa direm karena umk naik setiap tahun," imbuhnya.
Meski demikian tahun ini ia mengaku optimistis industri akan berjalan lebih baik terutama menghadapi periode puasa dan Lebaran.
"Kami akan upayakan peningkatan, perbaiki dan terus lakukan efisiensi biaya. Termasuk di dalamnya modal kerja. Pengelolaan modal kerja jadi hal krusial," pungkasnya.