PT Matahari Department Store Tbk berencana membuka enam hingga delapan gerai baru pada 2018. Direktur Merchandising, Marketing & Store Operation Matahari Christian Kurnia mengatakan, dalam kondisi penjualan ritel yang mengalami penurunan, kinerja Matahari masih bisa mencatatkan pertumbuhan.
Christian melihat masih terdapat pangsa pasar yang cukup besar bagi ritel modern di Indonesia untuk berkembang. "Tahun depan akan ada enam hingga delapan toko lagi, karena kami yakin ritel bisnis di Indonesia masih sedikit sekali," ujar Christian saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (11/10).
Christian mengatakan, jumlah departement store di Indonesia masih sedikit dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Penetrasi di berbagai wilayah pun masih sangat kecil. Walaupun, wilayah yang potensial masih berada di Pulau Jawa, tetapi di luar Pulau Jawa pun pasar modern ritel ini masih akan terus berkembang.
(Baca: Mendag Bantah Tutupnya Matahari Akibat Pelemahan Daya Beli)
Dirinya mencontohkan, gerai Matahari sampai dengan saat ini baru tersebar di 71 kota di Indonesia. Padahal, masih banyak kota-kota bahkan kabupaten yang belum terjamah. Namun memang Matahari kesulitan masuk ke wilayah-wilayah tersebut karena keterbatasan infrastruktur Mall yang tersedia. Namun, dengan perkembangan ke depannya, hal ini justru menjadi potensi pengembangan gerai Matahari ke depannya.
Christian menyatakan, peredaran toko online marak terjadi di Indonesia dan merupakan suatu tantangan tersendiri bagi bisnisnya. Oleh karenanya, toko offline seperti Matahari harus beradaptasi dengan perkembangan tersebut. Matahari juga harus bisa menjangkau pasar online di Indonesia dengan membentuk toko online sendiri.
"Kami sudah masuk ke online dengan memberikan investasi ke mataharistore.com," ujar Christian. Meskipun demikian, dirinya yakin, toko offline tetap akan memiliki pangsa pasarnya sendiri yang cukup potensial.
Pada akhir September lalu, Matahari menutup dua gerainya di di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Mangarai, Jakarta karena tidak menunjukan kinerja yang cukup baik. (Baca juga: ITC Mulai Sepi, Deretan Mal Berkonsep Gaya Hidup Sedot Pengunjung)
Toko ritel kelas bawah anjlok
Sementara itu, menurut Head of Research John Lang Lasalle (JLL) Indonesia James Taylor, selama kuartal III/2017, mal atau pusat perbelanjaan kelas bawah mengalami penurunan kunjungan dan beberapa gerai ritel tutup.
Penurunan kinerja dari mal kelas bawah disebabkan adanya perubahan preferensi konsumen dan lemahnya tingkat daya beli konsumen. "Karena mal kelas bawah kurang memiliki berbagai macam tenant dan tidak dipertimbangkan sebagai destinasi tujuan masyarakat di akhir pekan," kata James.
Sebaliknya, mal kelas atas di Jakarta terus meningkat selama kuartal III/2017. Pasalnya, pusat perbelanjaan premium itu masih memiliki tingkat okupansi yang tinggi disertai jumlah kunjungan (foot traffic) yang menguat.
James mengatakan, meningkatnya kinerja tersebut disebabkan masih didominasinya mal kelas atas dengan peritel dari sektor makanan dan minuman (Food & Beverages/F&B), fast fashion, dan entertainment.
"Karena gaya hidup masyarakat yang menjadikan mal sebagai tujuan di akhir pekan dan sebagai meeting point," kata James.
James menuturkan, serapan pusat perbelanjaan hingga kuartal III/2017 mengalami peningkatan. Hal ini didukung dengan adanya tambahan pasokan baru sebesar 60 ribu meter persegi, yakni AEON di perumahan Jakarta Garden City.
"Untuk tahun-tahun ke depan tingkat okupansi diperkirakan akan tetap tinggi dan stabil di angka 90% dengan harga sewa yang juga meningkat setiap tahunnya," kata James.