Pandemi Covid-19 Lumpuhkan Bisnis Taksi, Pendapatan Turun hingga 75%
Pandemi corona yang menyerang seluruh dunia, membawa dampak negatif pada banyak lini bisnis, termasuk usaha transportasi darat. Berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayah di Indonesia membuat masyarakat menjalankan aktivitasnya dari rumah. Hal ini membuat perusahaan taksi kehilangan penumpang.
PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), misalnya, harus menghentikan total operasional taksinya karena terdampak covid-19. Pembatasan operasional ini terutama disebabkan oleh turunnya permintaan layanan transportasi umum dan pemberlakuan PSBB.
Pembatasan operasional yang dialami perusahaan terjadi di hampir seluruh kota di Indonesia. Operasional yang dibatasi seperti pada taksi reguler dan premium. Selain itu, pembatasan pada layanan penyewaan kendaraan dan layanan limousine di Jakarta dan Bali.
"Selain itu, perusahaan menghentikan operasional pada layanan penyewaan bus di Jadetabek," kata manajemen taksi Express melalui keterbukaan informasi.
(Baca: Pendapatan Pengemudi Taksi dan Ojek Online Anjlok 80% Akibat Corona)
Akibat penghentian operasional ini, perusahaan memperkirakan pendapatannya pada periode Maret-April 2020 bakal turun 51-75%. Alhasil, laba bersih tahun ini diperkirakan turun 25-50%. Operasional yang dihentikan berkontribusi sebesar 51%-75% pada pendapatan perusahaan sepanjang 2019.
Selain itu, manajemen taksi Express mengaku bahwa Covid-19 berdampak pada pemenuhan kewajiban jangka pendek berupa pemenuhan kewajiban pokok utang. Perusahaan memiliki kewajiban dengan pokok senilai Rp 685 miliar.
Untuk mempertahankan bisnisnya di tengah pandemi ini, manajemen menjalankan beberapa strategi seperti melakukan efisiensi untuk menurunkan biaya operasional. Manajemen menutup sejumlah pool taksinya yang sudah tidak aktif.
Selain itu, pihaknya melakukan efisiensi dengan menyesuaikan jumlah karyawan. Tercatat per akhir 2019 lalu, jumlah karyawan sebanyak 471 orang. Sementaram jumlah karyawan perusahaan saat ini sebanyak 390 orang, dimana seluruh karyawan saat ini terkena imbas Covid-19 karena adanya pemotongan gaji sekitar 50%.
(Baca: Bersiap New Normal, Gojek Pasang Sekat Pelindung di Armada GoCar)
"Kami tetap menjaga kualitas pelayanan dengan tindakan preventif seperti prosedur pembersihan unit dan penyediaan masker,sanitizer, dan desinfektan untuk pengemudi, yang dilakukan untuk unit armada kami sehingga tetap dapat beroperasi," kata manajemen menambahkan.
Sementara, penyedia jasa taksi lainnya yaitu PT Blue Bird Tbk (BIRD) mengaku menghentikan operasional sebagian taksinya. Perusahaan menutup sementara layanan Jabodetabek Airport Connection (JAC) dan Big Bird Shuttle di Jakarta dan Bandung.
Manajemen Blue Bird mengakui bahwa dengan penghentian operasional ini, pendapatan perusahaan pada periode Maret-April 2020 bisa turun hingga 25% karena kegiatan bisnis yang dihentikan tersebut berkontribusi sekitar 25% pada pendapatan 2019. Akibatnya, laba bersih perusahaan diperkirakan turun hingga di atas 75%.
Blue Bird pun juga merasakan dampak pada pemenuhan kewajiban keuangan jangka pendek akibat Covid-19, berupa pembayaran pokok utang. Nilai dari kewajiban yang ditanggung Blue Bird mencapai Rp 484,6 miliar.
(Baca: Anies Sebut Jam Operasional Kendaraan Umum di Jakarta Kembali Normal)
Meski begitu, manajemen Blue Bird menegaskan sudah mengadakan kesepakatan dengan para kreditur tersebut. "Untuk memperoleh relaksasi dalam pembayaran pokok utang," kata manajemen Blue Bird melalui keterbukaan informasi.
Adapun, strategi yang dijalankan oleh perusahaan dalam menghadapi pandemi ini seperti menciptakan peluang bisnis baru alias diversifikasi usaha. Selain itu, perusahaan juga melakukan efisiensi di berbagai lini operasional.
Salah satunya caranya, manajemen terpaksa melakukan pemotongan gaji hingga sekitar 50% pada seluruh karyawannya yang saat ini berjumlah 3.312 orang.
(Baca: Transaksi Anjlok, CEO Grab Sebut Pandemi Corona Krisis Terbesar)