Nama Rumah Adat Sulawesi Selatan dan Fungsinya

ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.
Wisatawan mengunjungi rumah adat Torajat di kawasan wisata Ketekesu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Rabu (16/12/2020). Sejak ditetapkan jadi wilayah Zona Hijau di akhir Oktober lalu, sejumlah tempat wisata di Toraja Utara mulai ramai dikunjungi wisatawan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Editor: Redaksi
26/8/2021, 13.55 WIB

Indonesia memiliki beragam budaya yang mempengaruhi bentuk rumah tradisional. Setiap rumah adat menyimpan keistimewaan yang menjadi pembeda di antara rumah-rumah tradisional. Perbedaan rumah adat itu seperti struktur, cara pembuatan, bentuk, fungsi, dan ragam hiasnya.

Setiap struktur memiliki ciri khas yang digunakan suku tertentu secara turun-temurun. Demikian juga dengan rumah adat di Sulawesi Selatan. Pulau Sulawesi memiliki enam provinsi yaitu Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Di Sulawesi Selatan, rumah adat dipengaruhi oleh beberapa suku. Mayoritas suku di sana yaitu:

  • Suku Bugis,
  • Suku Makassar,
  • Suku Mandar,
  • Suku Toraja,
  • Suku Duri,
  • Suku Pattinjo,
  • Suku Maiwa,
  • Suku Endekan,
  • Suku Pattae,
  • Suku Kajang/Konjo.

Ada beberapa rumah tradisional di Sulawesi Selatan. Salah satu yang terkenal yaitu Tongkonan, rumah tradisional suku Toraja. Selain itu ada beberapa rumah adat yang masih berdiri hingga sekarang. Berikut ini daftarnya.  

1. Saoraja Rumah Adat Suku Bugis

Rumah suku Bugis dan Makassar memiliki kemiripan yaitu berbentuk panggung. Rumah adat ini hampir sama seperti rumah di Asia Tenggara. Terdapat kayu yang atapnya berlereng dua, kerangka berbentuk H terdiri dari tiang dan balok. Tiang tersebut dirakit tanpa menggunakan pasak dan paku. Fungsi tiang ini untuk menopang lantai dan atap, sementara dinding diikat dengan tiang di bagian luar.

Rumah ini untuk berbagai aktivitas karena ukurannya besar. Ada tiga tingkatan rumah suku Bugis dan Makassar yaitu dunia atas (voting langi), dunia tengah (ale kawa), dunia bawah (buri liu).

Rumah Saoraja dibedakan berdasarkan status sosial. Jurnal "Arsitektur Rumah Tradisional Suku Kajang di Provinsi Sulawesi Selatan" menuliskan bentuk dan filosofinya. Ada Saoraja (Bugis)/Balla Lompoa (Makassar) artinya adalah istana, dan Bola (Bugis)/Ballak (Makassar) artinya rumah masyarakat biasa. Dari status sosial ini, bahan material rumah, ukuran rumah, hingga hiasan dinding pun berbeda.

Sementara dari segi makna, rumah yang seperti istana menjadi status sosial dan banyak hiasan di dalam rumah. Rumah di Sulawesi Selatan menjadi simbol dan strata sosial. Semakin bagus rumahnya maka makin tinggi pembuatan rumah seperti tiang, porselen sebagai hiasan, dan ukuran rumah. Ukuran rumah melambangkan kehidupan dan kematian.

2. Tongkonan Rumah Adat Suku Toraja

Tongkonan merupakan rumah adat suku Toraja. Bentuknya hampir mirip kapal dan dibagi menjadi tiga tingkat. Bagian teratas disebut Rattiang Banua, fungsinya untuk menyimpan benda berharga dan pusaka keluarga. Sementara di bagian tengah disebut Kale Banua untuk kamar kepala keluarga, ruang keluarga, dan kamar tidur anak. Bagian terbawah rumah yakni Suluk Banua, untuk menyimpan alat pertanian dan memelihara hewan ternak.

Rumah ini dikenal di seluruh dunia karena memiliki makna secara turun-temurun. Tiang-tiang penyangga berfungsi menyokong tegaknya bangunan. Bentuk tiang penyangga adalah bulat. Tiang ini mampu menopang lantai, dinding, dan rangka atap. Rumah panggung ini strukturnya hampir mirip rumah di Pulau Sumatera.

Pada bagian tiang ada batu berukuran besar yang dipahat. Bentuknya persegi untuk penopang tiang. Sementara itu lantai dan dinding terbuat dari papan-papan yang disusun. Papan pada dinding dan lantai, direkatkan tanpa menggunakan paku. Papan tersebut diikat dan ditempangkan namun tetap bisa kokoh puluhan tahun.

Sementara itu, bagian atap bentuknya seperti perahu namun terbalik. Jika dilihat dari jauh, bentuk atap seperti tanduk kerbau. Pada bagian tepi lancip dan sempit. Atap tersebut menggunakan bahan ijuk dan daun rumbia. Seiring berjalannya waktu, atap rumah memakai bahan seng.

Sistem Kepercayaan

Rumah adat biasanya dipengaruhi oleh suku, budaya, dan sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan mempengaruhi konsep pembuatan rumah berdasarkan keyakinan dan ketaatan penganutnya. Keyakinan ini seperti rasa percaya akan kekuatan supranatural. Pada rumah tradisional ada simbol-simbol yang menjadi rasa percaya dan keyakinan pemilik rumah. Rumah tradisional di Sulawesi Selatan juga dipengaruhi oleh leluhur yang sudah meninggal dunia dan peristiwa dari alam lain.

Sebelum agama Islam berkembang, masyrakat di Sulawesi Selatan meyakini kepercayaan nenek moyang, pada animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan menyembah roh nenek moyang atau roh leluhur. Roh leluhur ini dianggap bersemayan di batu besar, pohon rindang, sampai tempat keramat.

Dinamisme adalah kepercayaan menyembah segala sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan seseorang. Melalui usaha mempertahankan hidup, masyarakat dahulu mempercayai gunung, batu, keris memiliki kekuatan. Benda-benda tersebut dipercaya memiliki penangkal, menahan bahaya, dan alat untuk memperoleh kekebalan.

Bentuk Rumah

1. Rumah Adat Suku Bugis Makassar

Makna rumah tradisional Bugis Makassar adalah saling mengasihi. Keragaman bentuk dan jenis dianggap dapat menumbuhkan kebersamaan dan saling menyayangi pada masyarakat. Rumah ini bermakna tidak merasa lebih tinggi atau lebih rendah dari masyarakat lain. Makna rumah ini dipegang dan diwariskn turun temurun.

Ada beberapa tingkatan ruang tradisional Bugis-Makassar yaitu:

  • Tingkat atas adalah loteng (tracking/pammakkang)
  • Tingkat kedua adalah badan rumah (ale bola/ kale ballak)
  • Tingkat ketiga adalah kolong rumah (awa sao/siring). Loteng (rakkeang/pammakkang) untuk tempat lumbung padi atau bahan-bahan makan lainnya seperti jagung dan kacang-kacangan
  • Badan rumah (ale bola/kale ballak), berfungsi sebagai aktivitas keseharian
  • Kolong rumah (awa sao/siring), sebagai tempat hewan piaraan dan alat-alat pertanian.
  • Rumah tradisional ini memiliki bentuk yang hampir mirip dari bahan, ukuran, denah ruangan, bentuk rumah, dan fungsi ruangannya. Rumah adat ini kebanyakan menghadap kebarat.

Ada 16 tiang untuk menopang rumah panggung. Tiap tiang terdiri dari 4 tiang dan 4 baris. Ukuran tiang adalah 30x30 cm dan berjarak 1-2 meter. Tiang tersebut ditancapkan di tanah langsung. Sementara lantai rumah di permukaan tanah setinggi 1,5-2 meter. Luas rumah kira-kira 7x9 meter. Lantai rumah tradisional memakai kayu sementara atapnya dari daun.

Pada tiang bagian depan ada hiasan kepala kerbau. Sementara itu dindingnya terbuat dari bambu. Terdapat tiga ruangan untuk sekat antara ruangan. Ruang depang bisanya berada di sebelah kiri pintu masuk yang tersambung di ruang tengah. Selain itu beberapa ruangan dibatasi dua tiang tengah.

Makna 16 tiang rumah adat Bugis Makassar sebegar pust rumah dan tiang inti. Makna sakral tiang-tiang tersebut adalah tempat yang mampu menembus dunia atas dan dunia bawah. Sementara itu ada tiang pusar yang dibungkus kain kafan, diukir, tidak dipahat atau dipaku, tidak boleh disandari, dan dibenamkan setengah depa ke dalam tanah.

Tiang intim harus didirikan terlebih dahulu daripada tiang lain. Sebagai pusar kayu, tiang inti dibuat dari kayu pilihan. Beberapa kategori untuk membuat tiang utama dari kayu yaitu umumnya terbuat dari kayu yang cukup tua, ukurannya paling besar, membentuk sudut delapan. Sudut delapan ini artinya sebagai simbol kebesaran kepemimpinan suku.

Beberapa Makna Rumah Adat Bugis Makssar

1. Jumlah tiang ada 16 yang dianggap sebagai pusar rumah. Rumah tradisonal ini merupakan gabungan antara suku Bugis dan Makassar. Ada empat suku besar di Sulawesi Selatan yaitu Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar.

2. Rumah adat bermankas sebagai pandangan untuk memahami alam semesta. Menurut masyarakat disebut Sulapa Appa untuk menunjukkan upaya penyempurnaan diri.

3. Makna lainnya adalah rumah yang berbentuk segi empat. Diambil dari empat unsur yaitu tanah, air, api dan angin.

Menurut pandangan masyarakat Bugis, ada 3 tingkat untuk penyembahan dan penghormatan kepada tiga dewa. Tiga dewa itu adalah Dewa Langi, Dewa Malino dan Dewa UwaE. Dewa Langi menguasai langit, Dewa Malino penguasa bumi dengan segala isinya, sedangkan Dewa UwaE menguasai tanah, sungai, dan laut.

Itulah penjelasan mengenai rumah adat di Sulawesi selatan, yang terinspirasi dari suku dan budaya. Setiap rumah memiliki nilai dan keunikan untuk dipelajari.