Siti Nurbaya merupakan cerita rakyat yang berasal dari Ranah Minang, Sumatera Barat. Sebagian orang mungkin akan menyangka bahwa kisah cinta layaknya Romeo dan Juliet asal Eropa ini merupakan kisah nyata.
Padahal, kisah Siti Nurbaya merupakan kisah yang diangkat dari karya Marah Rusli yang berjudul “Siti Nurbaya: Kasih Tak Sampai” (1922).
Kisah Siti Nurbaya
Berdasarkan cerita dalam roman Siti Nurbaya, awalnya Siti adalah anak saudagar kaya. Siti Nurbaya dikenal cerdas serta memiliki prinsip hidup yang kuat.
Pemikiran yang berbeda dari para sepupunya tentang pernikahan dan berbagai adat membuatnya memiliki daya tarik tersendiri.
Pesona ini, membuat Datuk Maringgih, seorang pria tua kaya raya yang memiliki banyak istri, terpesona dan ingin menjadikan siti nurbaya sebagai istri mudanya.
Namun, nasib baik memihak Siti Nurbaya, karena ia telah memiliki tambatan hati, yaitu Syamsul Bahri yang merupakan tetangganya sendiri.
Mereka berdua saling jatuh cinta dan memadu kasih. Kisah mereka berjalan lancar, hingga kabar bahwa Syamsul bahri diterima untuk melanjutkan pedidikan dokter di Batavia (Jakarta) membuat kedua insan yang sedang dimabuk cinta tersebut harus menjalani hubungan jarak jauh.
Tangis tak terelakan oleh Siti Nurbaya ketika melepas Syamsul Bahri di Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat.
Datuk Maringgih yang sejak pertemuan pertama sudah tertarik dan berambisi menjadikan Siti Nurbaya sebagai istri mudanya melakukan banyak cara. Mulai dari memintanya secara baik-baik hingga cara licik.
Dengan dorongan rasa iri dengki pada bisnis Sulaiman, ayah dari Siti Nurbaya, Datuk Maringgih melakukan trik bisnis yang membuat Sulaiman jatuh bangkrut.
Datuk Maringgih kemudian menawarkan pinjaman kepada ayah Siti Nurbaya dengan pinjaman berbunga. Sulaiman yang terdesak keadaan pun akhirnya menyetujui syarat itu. Namun Datuk Maringgih punya siasat licik.
Saatnya tiba jadwal penagihan utang, Sulaiman tidak dapat melunasi uang-uang yang ia pinjam hingga akhirnya Siti Nurbaya menawarkan diri sebagai istri Datuk Maringgih, dengan syarat bahwa utang ayahnya harus sudah dianggap lunas. Datuak Maringgih menyetujuinya.
Inilah permulaan kesengsaraan Siti Nurbaya dimulai, sebab Datuk Maringgih merupakan pribadi yang berwatak kasar.
Tidak tahan dengan hal tersebut, Siti Nurbaya sempat melarikan diri ke Batavia menemui Syamsul Bahri. Nahas, Siti Nurbaya tidak dapat berlama-lama di Batavia karena mendapat kabar ayahnya meninggal.
Melihat Siti Nurbaya yang kabur, Datuk Maringgih seketika membenci istri mudanya tersebut, dan ingin memusnahkan Siti Nurbaya.
Datuk Maringgih kemudian menyuruh anak buahnya untuk menawarkan lemang yang telah diberi racun kepada Siti Nurbaya, hingga ia meninggal karena diracun.
Mendengar kabar sang kekasih hati meninggal, Syamsul Bahri berniat untuk balas dendam. Selang 10 tahun kemudian, Syamsul Bahri menyamar menjadi tentara Belanda. Saat ekspedisi, Datuk Maringgih memimpin perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda sebagai protes atas kenaikan pajak.
Letnan Mas, nama samaran Syamsul Bahri ikut dalam perang tersebut sebagai bawahan pemerintah Belanda. Ia akhirnya menemukan Datuk Maringgih dan keduanya akhirnya bertarung.
Datuk Maringgih akhirnya tewas dalam pertemuran jarak dekat tersebut, sedangkan Syamsul Bahri terluka parah.
Di akhir cerita, Syamsul Bahri menemui ayahnya untuk meminta maaf. Ia akhirnya meninggal menyusul Datuak Maringgih serta Siti Nurbaya.
Cerita Rakyat Siti Nurbaya Kisah ini memang meninggalkan pesan moral serta kesedihan yang abadi.
Roman yang Menjadi Ikon Masyarakat Minang
Kisah kasih yang terhalang jarak, balas dendam dan budaya membuat kisah ini menjadin kisah fenomenal hingga zaman yang sudah modern saat ini.
Namun di balik kisah sedih ini, ada banyak nilai-nilai berharga yang bisa diambil. Kepopuleran kisah Siti Nurbaya sendiri bahkan menjadi ikon masyarakat Minang.
Bahkan, karena popularnya cerita tersebut, di Gunung Padang dibuatkan kuburan Siti Nurbaya. Pengunjung harus menempuh perjalanan menaiki anak tangga sepanjang sekitar satu km untuk sampai ke makam tersebut.
Makam Siti Nurbaya terletak di balik bebatuan besar dengan diameter sekitar tiga meter yang membentuk celah kecil sebagai pintu masuk.
Makam Sitti Nurbaya berada di bawah lindungan batu sangat besar yang berfungsi sebagai dinding dan atap makam.
Makamnya berupa batu nisan berwarna putih dan ditutupi kain berwarna putih dan biru. Namun, pengunjung dilarang mengabadikan atau berfoto-foto di tempat ini.