Asosiasi Pelaku Migas Harap Kebijakan Sektor Hulu Lebih Ramah Investor

Katadata
Ilustrasi, pengeboran eksplorasi migas di lepas pantai. Indonesian Petroleum Association (IPA) berharap kebijakan hulu migas lebih ramah bagi investor.
9/8/2019, 15.04 WIB

Indonesian Petroleum Association (IPA) berharap kebijakan perizinan investasi migas terutama kegiatan eksplorasi di Indonesia bisa lebih ramah lagi bagi investor. Pasalnya, Indonesia berkompetisi dengan negara lain untuk memperebutkan investasi di sektor hulu migas.

Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA) Nanang Abdul Manaf mengungkapkan, iklim invenstasi di Indonesia sudah cukup baik. Namun iklim investasi Indonesia juga harus dapat bersaing dengan negara lain. "Kita harus lebih baik, perusahaan besar yang mau datang bisa memilih berinvestasi di mana saja," ujar Nanang dalam Acara Media Briefing di Jakarta, Kamis (8/8).

Menurutnya, investor mempunyai berbagai pilihan untuk melakukan investasi di mana saja. Maka dari itu, pemerintah juga harus memahami cara membuat iklim investasi dalam negeri lebih menarik untuk menjaring investor.

"Investor itu tidak punya loyalitas, jika pilihan secara geologis bagus, secara fiscal promoting masuk, tapi kalau ada tempat lain yang lebih, maka negara itu yang dipilih," kata Nanang.

(Baca: Realisasi Investasi Hulu Migas Semester I 2019 Masih 35% dari Target)

Saat ini investor migas di Indonesia dihadapkan oleh beberapa aturan yang dianggap menghambat investasi, seperti aturan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang tumpang tindih. Menurutnya, investor ingin aturan perizinan satu payung dari pusat ke daerah. "Sehingga fokus (investor) hanya mencari minyak," ujar Nanang.

Selain itu, IPA juga berharap pemerintah memberikan kepastian kontrak bagi kenyamanan investor. "Mereka ingin mendapatkan kepastian hukumnya, karena yang sudah diinvestasikan juga luar biasa besar, dan dalam jangka waktu kontrak itu mereka berharap sudah bisa kembali bahkan profit," katanya.

(Baca: Menanti Komitmen Eksplorasi Pasca Lelang Migas)

Reporter: Verda Nano Setiawan