PT Perusahan Listrik Negara (PLN)(Persero) akan mengambil langkah menyesuaikan tarif listrik apabila pemerintah menghentikan dana kompensasi. Tanpa mendapat dana kompensasi dan tak melakukan penyesuaian dengan menaikkan tarif, maka keuangan PLN bisa negatif.
Pelaksana Tugas (Plt) PT PLN Djoko Rahardjo Abumanan menyatakan penyesuaian tarif merupakan konsekuensi dari kebijakan penghentian dana kompensasi. "Mau tidak mau, karena kalau tidak listrik mati. Tapi itu keputusan pemerintah" kata Djoko di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Kamis (27/6).
PLN lebih condong memilih menyesuaikan atau menaikkan tarif listrik dibandingkan mendapatkan dana kompensasi. Alasannya, PLN tak mendapatkan kepastian waktu pencairan dana kompensasi.
(Baca: Subsidi Listrik Dipangkas Bisa Sehatkan APBN tapi Akan Menekan Ekonomi)
Tahun lalu PLN juga mendapatkan kompensasi sebesar Rp 23,17 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Kompensasi sendiri merupakan penggantian Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik terhadap PLN.
Sementara itu, Direktur Keuangan PT PLN Sarwono Sudarto mengatakan PLN tetap harus mempertahankan tarif yang terjangkau untuk masyarakat, dengan kondisi kurs rupiah terhadap dolar dan harga minya indonesia (Indonesia Crude Price/ ICP) yang tidak menentu.
Selain dari kompensasi, PLN juga akan melakukan berbagai efesiensi operasional perusahaan. "PLN bukan cari untung, untungnya kembali lagi ke rakyat. Kalau cari untung sudah tarif naik terus," ujarnya.
Pada periode 2018 PLN mencatatkan kenaikan pendapatan dari penjualan tenaga listrik sebesar 6,85% menjadi Rp 263,4 triliun, dibandingkan capaian 2017 yang mencapai Rp 246,5 triliun atau naik Rp 16,8 triliun.
(Baca: Bebani APBN, Kemenkeu Akan Kurangi Kompensasi Tarif Listrik untuk PLN)
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, peningkatan penjualan tersebut sejalan dengan keberhasilan PLN selama 2018 menambah kapasitas pembangkit. "Serta menambah jaringan transmisi sepanjang 5.323 kilometer sirkuit (kms) menjadi 53.606 kms dan menambah Gardu Induk sebesar 20.645 MVA menjadi 131.164 MVA," katanya melalui siaran pers, Rabu (29/5).
Peningkatan konsumsi kWh ini juga didukung oleh adanya kenaikan jumlah pelanggan, di mana sampai dengan akhir 2018 telah mencapai 71,9 juta atau bertambah 3,8 juta pelanggan dari akhir 2017. Sarwono melanjutkan, bertambahnya jumlah pelanggan ini mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional menjadi 98,3%, lebih tinggi dari target sebesar 97,5%.
Selain naiknya pendapatan dari penjualan tenaga listrik, tahun lalu pendapatan dari penyambungan pelanggan dan lain-lain juga ikut meningkat. Penyambungan pelanggan tahun lalu naik 2,75% menjadi Rp 7,30 triliun, sedangkan pendapatan lain-lain naik 32,3% menjadi Rp 2,11 triliun tahun lalu. Dengan begitu, jumlah pendapatan usaha PLN tahun lalu menjadi Rp 272,8 triliun, naik 6,89% dari Rp 255,2 triliun di 2017.