Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan realisasi penyaluran gas untuk domestik hingga April 2019 sudah sesuai kontrak. Sedangkan realisasi penyaluran gas untuk pupuk, industri, dan kelistrikan belum sesuai kontrak.
Untuk kelistrikan, Wakil Kepala SKK Migas Sukandar mengatakan realisasi belum sesuai kontrak lantaran adanya penurunan permintaan gas alam cair (Liqufied Natural Gas/LNG) dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Seiring kondisi tersebut, terjadi kelebihan stok LNG.
Dari permintaan awal sebanyak 17 kargo, PLN hanya mampu menyerap enam kargo LNG. "Kami harus menjual sisanya sebanyak 11 kargo," kata Sukandar dalam Rapat Dengar Pendapat di ruang Komisi VII, Gedung DPR RI, Kamis (16/5).
(Baca: Bertemu Bos Inpex, Menteri ESDM Ingin Proyek Masela Segera Berjalan)
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan, penurunan permintaan kemungkinan lantaran PLN mengambil batu bara atau gas pipa. "Kan memang Keputusan Menteri kita mengharuskan penggunaan gas pipa diutamakan dulu baru LNG," ujarnya.
Rencananya, sebanyak 11 kargo LNG yang tidak terserap PLN akan dijual secara langsung. Salah satu calon pembelinya adalah Pertamina.
(Baca: Train 1 Proyek Tangguh Berhenti Sementara, Produksi Gas Berkurang)
Namun, SKK Migas masih menanti izin dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan untuk melakukan penjualan tersebut. "Kami mau tanya dulu sama Pak Menteri boleh apa tidak," ujarnya.
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi ekspor LNG hingga April mencapai 35,9 kargo. Rinciannya, sebanyak 18,2 kargo berasal dari Bontang dan sebanyak 17,7 kargo dari Tangguh.
Sedangkan realisasi LNG untuk domestik sebanyak 17,3 kargo. LNG diambil dari Bontang sebanyak 10,7 kargo dan Tangguh sebanyak 6,6 kargo.