Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyoroti model bisnis batu bara yang terjadi di Indonesia. Pelaku industri batu bara diminta tidak hanya menggali dan menjual dalam menjalankan bisnisnya.
Menurut Jonan, yang terpenting saat ini adalah menciptakan nilai tambah. “Orang tidak sekolah tambang saja bisa gali tambang. Ini yang penting sekali, harus ada nilai tambahnya,” kata dia di Jakarta, Selasa (18/12).
Penciptaan nilai tambah ini penting untuk menciptakan daya saing. Apalagi, industri di dunia sudah berubah. Jika 10 tahun lalu, perusahaan yang memiliki aset besar adalah perusahaan energi seperti ExxonMobil dan PetroChina, saat ini dikuasi perusahaan teknologi.
Adapun, salah satu contoh negara yang mengembangkan batu bara untuk meningkatkan nilai tambah adalah pengembangan batu bara di Tiongkok. Di negara “Tirai Bambu” itu, batu bara diubah menjadi bahan bakar pesawat (jet fuel).
Di Indonesia juga seharusnya bisa menciptakan nilai tambah, karena teknologi batu bara menjadi sumber energi lainnya bisa dilakukan. Salah satunya adalah mengubah batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
DME ini bisa menggantikan elpiji, sehingga bisa mengurangi impor. “Yang sederhana bikin DME dulu buat pengganti elpiji,” kata Jonan.
(Baca: Elite Politik Dua Kubu Capres di Pusaran Bisnis Batu Bara)
Adapun, konsumsi elpiji saat ini sebesar 6,8 juta metrik ton. Dari jumlah itu, 70% masih berasal dari impor.