Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak segan memangkas biaya proyek minyak dan gas bumi (migas) Blok Masela. Langkah ini akan diambil jika biaya proyek anyar itu melewati batas yang ditoleransi pemerintah.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan pemerintah memiliki angka nilai batas proyek tersebut. Namun angkanya belum bisa dipublikasikan. "Kalau tidak benar cost-nya harus di-cut," kata dia di Jakarta, Jumat (12/10).
Menurut Arcandra saat ini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih memfinalisasi hasil kajian desain awal (Pre Front End Engineering Design/FEED) Blok Masela yang sudah diserahkan Inpex. Setelah itu hasilnya akan diserahkan ke dirinya.
Pre-FEED Blok Masela mulai dikerjakan Inpex pada Maret 2018 lalu. Setelah pre-FEED disetujui, Inpex akan mengajukan revisi proposal pengembangan (Plan of Development/PoD). Perusahaan asal Jepang itu berencana mengajukan revisi PoD pada November mendatang.
SKK Migas akan memberikan persetujuan PoD tersebut paling lambat dua bulan setelah pengajuan. Dengan begitu, harapannya produksi Blok Masela bisa lebih cepat.
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar pernah menyatakan gas Blok Masela bisa mengalir sebelum tahun 2027. "Target first gas-nya 2027. Namun, kami tidak mau. Harus lebih cepat dua sampai tiga tahun, kami berusaha lebih cepat dan transparan," ujar dia dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (27/8).
Berdasarkan buku Neraca Gas Bumi Indonesia periode 2018 hingga 2027 yang baru terbit, Blok Masela berproduksi tahun 2027. Puncak produksi Blok Masela diperkirakan akan mencapai 1.200 juta kaki kubik per hari (mmscfd).
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan pernah mengungkapkan besaran biaya pengembangan Blok Masela mencapai US$ 16 miliar. "Blok Masela cost-nya US$ 16 miliar," kata dia dalam sarasehan dan diskusi nasional migas di Jakarta, Rabu, (8/8).
Jika dibandingkan dengan biaya sebelumnya, maka biaya pengembangan blok Masela sebesar US$ 16 miliar itu lebih tinggi daripada perkiraan awal. Tahun 2016 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan biaya Masela ditekan dari US$ 22 miliar ke US$ 15 miliar.
Angka itu berdasarkan perhitungan dari Arcandra Tahar saat menjabat Menteri ESDM. “Itu yang dilaporkan Pak Arcandra ke saya,” kata Luhut di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/8/16).
(Baca: Jadwal Produksi Gas Blok Masela Dipercepat Sebelum 2027)
Biaya sebesar US$ 16 miliar tersebut juga lebih tinggi dibandingkan yang diajukan Inpex dengan memakai skema terapung di laut (FLNG), nilainya mencapai US$ 14,8 miliar. Namun lebih rendah dari perhitungan awal jika kilang dibangun ke Aru maupun ke Tanimbar dengan investasi masing-masing sebesar US$ 22,3 miliar dan US$ 19,3 miliar.