PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) menyatakan dampak tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah terhadap kondisi listrik lebih parah daripada bencana di Aceh dan Lombok. Alhasil, pemulihannya membutuhkan waktu yang tidak cepat.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Roekman mengatakan dari tujuh gardu listrik yang ada hanya berfungsi dua akibat tsunami Palu. “PLN mengalami kerusakan instalasi kalau dibandingkan dari kasus Aceh dan Lombok, ini yang paling fatal,” kata dia di Jakarta, Selasa (2/10).
Selain itu, PLN mengalami kendala dalam perbaikan instalasi listriknya. Ini karena 70 Interbus Transfomer (IBT) mengalami gangguan. Padahal, untuk memulihkan gardu induk, IBT harus dipastikan tidak mengalami kerusakan.
PLN kini sedang mengecek kondisi IBT di Donggala dan Palu. Jika IBT mengalami kerusakan, PLN harus mengirim stok dari Jakarta. Harga satuannya bisa mencapai Rp 300 miliar. Sementara itu, IBT yang masih berfungsi ada 150.
Untuk penanganan sementara agar listrik menyala, PLN mengirimkan 70 genset. Targetnya, bisa 90 genset untuk menerangi Palu dan Donggala.
Genset tersebut digunakan untuk fasilitas umum, seperti rumah sakit, dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). "Besok kami berangkatkan lagi genset menggunakan pesawat Hercules milik TNI," kata Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara Djoko Rahardjo Abu Manan.
(Baca: Butuh Dana Besar, Pemerintah Terima Bantuan 18 Negara untuk Gempa Palu)
Saat ini, kelistrikan di Palu dan Donggala mengandalkan pasokan dari Poso dengan daya 275 kilovolt (KV). Listrik itu disalurkan ke 150 IBT yang masih berfungsi. PLN juga sudah menyiapkan gardu induk bergerak untuk sementara. Gardu induk mobile tersebut dapat bertahan selama enam tahun.
Selain itu, pihaknya mengatakan belum menghitung seberapa besar dana yang dikeluarkan untuk memulihkan kelistrikan, yang terpenting saat ini adalah mengirimkan genset untuk kebutuhan masyarakat. "Kami tidak menghitung dana dulu, pokoknya genset yang ada dikasih,” kata dia.