PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) melelang ulang pasokan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) beserta fasilitasnya di Tanjung Benoa. Penyebabnya adalah pasokan gas selama ini yang berasal dari PT Pelindo Energi Logistik dinilai terlalu mahal.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan seharusnya harga LNG untuk pembangkit itu maksimal 14,5% dari harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Ini mengacu Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 tahun 2017.
Namun, harga gas untuk PLN dari Pelindo di Tanjung Benora itu dinilai melampaui ketentuan yang ada. “Jadi yang dulu di Benoa itu akan dilelang ulang karena mahal,” kata dia di Jakarta, Jumat (24/8).
Menurut Djoko, harga gas itu menjadi mahal karena rantai distribusinya panjang. Mulai dari biaya angkut, kemudian distribusi, biaya pelabuhan, pajak dan marginnya.
Untuk itu pemerintah akan mengurangi harga dengan mengefisiensikan rantai sumber pasokan sampai pembangkit. Salah satunya adalah dengan membangun pipa di pelabuhan pembangkit.
PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) melalui anak usahanya, PT Pelindo Energi Logistik (PEL) mengembangkan terminal LNG mini di Pelabuhan Benoa, Bali sejak 2016. Terminal LNG mini ini merupakan yang pertama di Asia Tenggara.
(Baca: Pelindo III Bangun Terminal LNG Mini Pertama di Asia Tenggara)
Total investasi yang dikucurkan PEL untuk pembangunan terminal ini, termasuk alat angkut dan penyimpanan, sekitar Rp 1,2 triliun. Terminal berkapasitas 50 juta kaki kubik per hari (mmscfd) ini mampu memasok kebutuhan gas untuk pembangkit listrik hingga 250 megawatt (MW).