Pendapatan Medco Semester I 2018 Merosot 35% Jadi Rp 598 Miliar

Arief Kamaludin|KATADATA
Medco Energi
3/8/2018, 20.54 WIB

Pendapatan PT Medco Energi Internasional Tbk selama semester I tahun 2018 mengalami penurunan dari periode yang sama tahun lalu. Penyebabnya adalah kerugian yang dialami perusahaan afiliasinya yakni PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

Mengacu data Medco, pendapatan yang berhasil dikantongi sejak awal Januari hingga Juni 2018 hanya US$ 41,4 juta atau sekitar Rp 598 miliar. Ini lebih rendah 35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pendapatan persero 95%nya dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS). Sebaliknya sekitar 60% nya dari pengeluaran dibayarkan dalam bentuk rupiah.

Berdasarkan keterangan resminya, kerugian PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) diakibatkan pengembangan tahap tujuh tambang Batu Hijau ke kapasitas penuh. AMNT juga telah mendapatkan fasilitas pinjaman pertamanya dari sebuah bank internasional dan kini sedang proses penunjukan kontraktor Front End Engineering and Design untuk pembangunan smelter.

Adapun rata -rata produksi minyak dan gas bumi (migas) Medco hanya 82,4 ribu barel setara minyak per hari (boepd), atau lebih rendah dari semester lalu yang bisa mencapai 90 ribu boepd. Rendahnya produksi ini karena adanya penyesuaian permintaan pasar gas.

Hingga akhir tahun 2018, Medco mempertahankan estimasi produksi sebesar 85 ribu boepd dengan kapasitas produksi yang dimiliki hingga 100 ribu boepd. Ini menyesuaikan permintaan dari para pelanggan gas.

Sementara itu, biaya per unit migas Medco selama enam bulan terakhir mencapai US$ 8,5 per barel oil ekuivalent (BOE). Ini sejalan dengan target Perseroan untuk mempertahankan biaya per unit di bawah US$10 per BOE.

Dalam enam bulan itu, Medco berhasil mencatatkan laba kotor US$ 319,8 juta atau 61,5% lebih tinggi dari paruh pertama tahun lalu. Sementara itu margin laba kotor Medco selama semester I 2018 mencapai 55% lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 49%.

Rasio utang terhadap laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) Medco semester I 2018 mencapai US$301,3 juta. Ini 50,4% lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu.

Capaian ini didorong membaiknya harga komoditas dan volume yang stabil, serta hasil konsolidasi Medco Power. Adapun rasio hutang bersih terhadap EBITDA yang telah dianualisasi adalah 3,5x, atau 3,2x tanpa Medco Power.

Tercatat harga minyak dan gas masing-masing meningkat 35% dan 9% menjadi US$ 66,8 per barel dan gas US$6,0 per mmbtu, serta harga rata rata penjualan listrik naik 56% menjadi4,19¢/kwh, ini belum termasuk biaya bahan bakar.

Medco mengklaim berhasil memangkas belanja modalnya hingga 15%. Ini karena efisiensi seperti di pengeboran dan proyek pengembangan serta penangguhan biaya yang didukung dengan kurs nilai tukar dolar AS yang memberikan dampak positif bagi perseroan.

Untuk menopang keuangan perusahaan , anak usaha Medco, Medco Power Indonesia juga menggalang dana sebesar Rp1,2 triliun. Dana itu didapatkan melalui obligasi konvensional dan obligasi syariah dalam transaksi di pasar modal pertamanya.

Presiden Direktur MedcoEnergi Hilmi Panigoro mengatakan  pada semester I 2018 berhasil memperkuat posisi fundamental perusahaan itu. "Kami akan melanjutkan rencana kami untuk memberikan keuntungan bagi para pemangku kepentingan kami serta berinvestasi di masa depan,” kata dia berdasarkan siaran resminya dikutip, Jumat (3/8).

Selain itu Medco juga mencatat kinerja proyeknya selama semester I 2018. Pertama, peningkatan produksi gas Aceh dimulai pada awal Agustus, dengan nilai proyek di bawah anggaran.

Kedua, kapasitas terpasang bruto Medco Power Indonesia naik 20% dibandingkan tahun lalu menjadi 2,795 MW. Penyebabnya setelah operasi komersial pada bulan Mei dari unit ketiga dan terakhir dari fase pertama fasilitas Sarulla Geothermal.

(Baca: Unit Ketiga PLTP Terbesar di Dunia Resmi Beroperasi Secara Komersial)

CEO MedcoEnergi Roberto Lorato yakin dengan selesainya Sarulla tahap 1, perusahaannya harus memastikan kelancaran operasi kedua proyek tersebut agar terus memberikan hasil yang semakin baik.  “Kinerja operasional kami yang kuat dan fokus terhadap biaya produksi memungkinkan untuk memanfaatkan harga komoditas yang menguntungkan saat ini,” ujar dia.

Reporter: Anggita Rezki Amelia