Panel Surya Ancam Bisnis PLN

Donang Wahyu|KATADATA
Petugas PLN mengecek panel surya di rumah pelanggan di Jalan Mangunsankoro, Menteng, Jakarta Pusat. Hingga saat ini sudah ada sejumlah pelanggan yang memanfaatkan panel surya dan melakukan barter energi listrik dengan PLN.
3/8/2018, 17.05 WIB

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN memperkirakan pemakaian panel listrik tenaga surya yang dipasang di atap (PLTS Rooftop) dapat mengancam penjualan listrik. Ini karena pelanggan PLN bisa menghasilkan listrik sendiri, terutama di siang hari.

Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvie F. Roekman mengatakan pemakaian panel di atap membuat konsumsi listrik berkurang. ”Pasti mengurangi pemakaian, tapi kami di PLN tidak bisa bilang tak boleh," kata dia di Jakarta, Jumat (3/8).

Meski di satu sisi dapat mengurangi konsumsi listrik dari PLN, panel surya di sisi lain dapat meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Untuk itu, PLN akan menaati kebijakan pemerintah, sehingga target pemerintah agar bauran energi terbarukan 23% pada 2025 mendatang bisa tercapai.

Agar penjualan listrik tetap optimal, perusahaan pelat merah ini akan mencari cara lain. Salah satunya dengan mendorong pelanggan menggunakan kompor induksi. "Pakai kompor induksi kan lebih baik dari pada kompor gas kira-kira begitu," ujarnya.

Adapun, selama enam bulan terakhir konsumsi listrik PLN mencapai 112,46 Tera Watt hour (TWh) atau tumbuh 4,71% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun capaian tersebut masih lebih rendah dari target tahun ini yang mencapai 239 Twh.

Salah satu sektor yang masih rendah memakai listrik selama enam bulan terakhir adalah rumah tangga. Apalagi ada libur Lebaran beberapa waktu lalu.

Di tempat yang sama, Kepala Niaga PLN Yuddy Setyo Wicaksono mengatakan hingga Juli 2018, pelanggan PLN telah mencapai 47 juta. Dari jumlah itu, pelanggan yang memiliki pembangkit surya di atap baru mencapai 458 pelanggan.

Menurut Yuddy pemakaian pembangkit surya di atap juga memiliki untuk rugi. Jika cahaya bagus maka kinerjanya pembangkit akan baik. Sebaliknya, jika intensitas cahaya rendah kemampuan memproduksi listrik pun turun.

Kondisi yang tidak stabil itu dapat mempengaruhi jaringan PLN. "Ini perlu disampaikan ke pelanggan. solar cell rooftop perlu dibatasi supaya naik turunnya arus tidak menyebabkan kerusakan yang parah," ujar Yuddy.

Yuddy pun berharap pemerintah bisa mengatur detail penggunaan pembangkit surya di atap. Tujuannya tidak mengganggu jaringan milik PLN.

Sebelumnya,  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan payung hukum yang mengatur mengenai pembangkit listrik tenaga surya yang dipasang di atap (PLTS Rooftop). Payung hukum ini nantinya berupa Peraturan Menteri ESDM.

Kepala Sub Direktorat Investasi dan Kerja sama Aneka Energi Baru Terbarukan Abdi Dharma Saragih mengatakan payung hukum ini nantinya mengatur lebih detail mengenai penggunaan PLTS rooftop. “Ada poin-poin seperti transaksi listrik yang bisa diserap, siapa yang akan menjadi penggunanya, kemudian pelanggan dan durasinya,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (27/7).

Pemerintah, pengembang, dan PLN pun sudah membuat kesepakatan agar kapasitas PLTS rooftop ini tidak melebihi penggunaan tenaga listrik yang ada di rumah. Jadi, dengan kesepakatan itu, PLTS yang akan dibangun berukuran 1 meter dikalikan 1,8 meter. Itu setara dengan 260 megawatt.

(Baca: Arcandra Ungkap Enam Sebab PLTS Sulit Berkembang di Indonesia)

Biaya pemasangan PLTS Rooftop ini pun bervariasi. Ada yang sekitar Rp 15 juta untuk satu sampai 100 kilo watt (KWT). Pengembangan PLTS ini diharapkan menjadi alternatif pemenuhan energi bagi masyarakat. “PLTS itu kalau siang bisa kami pakai,” ujar Abdi.

Reporter: Anggita Rezki Amelia