Pekerja Pertamina Ancam Mogok Kerja

Serikat Pekerja Pertamina
20/7/2018, 13.58 WIB

Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengancam akan mogok kerja jika pemerintah tidak mengabulkan tuntutannya. Aksi mogok ini merupakan bentuk sikap para pekerja mengkritisi kebijakan pemerintah, khususnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Kami akan mogok atau aksi lebih besar lagi, atau cuti bersama atau stop operasional. Itu opsi yang sudah kami rencanakan," kata Presiden FSPPB, Arie Gumilar di Jakarta, Jumat (20/7).

Setidaknya ada empat tuntutan yang diajukan para pekerja Pertamina. Tuntutan itu disampaikan dalam aksi yang berlangsung sekitar pukul 08.00 pagi di Pertamina. Pekerja ini pun melanjutkan aksinya ke Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM.

Tuntutan pertama, meminta Menteri BUMN menghentikan aksi korporasi penjualan atau rencana penjualan aset negara Pertamina. Ini  menyikapi surat balasan Menteri BUMN Rini Soemarno kepada direksi  Pertamina yang dilayangkan 29 Juni 2018 terkait izin prinsip pelepasan aset dengan tujuan mempertahankan kondisi keuangan perusahaan.

Menurut Arie,aksi korporasi penjualan aset tidak akan menyelesaikan akar masalah keuangan Pertamina. Alasannya Pertamina masih menderita kerugian akibat harga BBM yang ditahan. Jadi, penjualan aset itu hanya dapat memperbaiki kinerja keuangan secara sementara saja.

Kedua, meminta untuk membatalkan perjanjian jual beli saham bersyarat (Conditional Sales and Purchase Agreement/CSPA) antara Pertamina dan PGN. Menurut Arie, pihaknya sepakat pembentukan holding migas, tapi akuisisi saham Pertagas oleh PGN dinilai menodai tujuan itu. Alasannya 43% saham PGN dipegang publik.

Ketiga, Menteri BUMN harus menghentikan segala proses integrasi Pertagas dan PGN.  melainkan sinergikan Pertagas dan PGN sebagai anak usaha Pertamina pada holding.

Keempat, meminta kembalikan eksistensi Direktorat Gas serta pengisian jabatan Direktur Utama. Kelima, meminta Menteri BUMN merampingkan direksi Pertamina. Dalam hal ini 11 jajaran direksi Pertamina saat ini dinilai inefisiensi dan akan membuat peningkatan biaya organisasi semakin besar.

Keenam, Menteri BUMN harus memberhentikan direksi yang bertanggung jawab terhadap rencana aksi korporasi melepas aset strategis perusahaan untuk memperbaiki kinerja keuangan. Ini karena serikat pekerja menilai hal tersebut tidak menyelesaikan permasalahan dan menambah semakin terpuruknya Pertamina.

Sementara itu FSPPB juga menuntut dua hal kepada Menteri ESDM. Pertama, Menteri ESDM harus menambah subsidi BBM atau menaikkan harga BBM sesuai harga keekonomian. Apalagi harga BBM tidak mengalami kenaikan sejak April 2016. Padahal, harga minyak terus bergerak naik di atas US$ 70 per barel.

Kedua, serikat pekerja meminta Kementerian ESDM membatalkan permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 yang dinilai tidak mencerminkan keberpihakan pada kepentingan rakyat. Dalam hal ini permen tersebut dinilai lebih pro kepada kontraktor asing dalam proses alih kelola blok-blok terminasi.

Dalam aturan baru itu, perpanjangan kontrak oleh kontraktor menjadi opsi teratas dalam pengelolaan blok kontrak berakhir. Setelah itu baru pengelolaan kepada Pertamina, atau pengelolaan bersama antara kontraktor dan Pertamina.

Sementara di  aturan lama, pengelolaan Pertamina. Setelah itu perpanjangan kontrak kerja sama oleh kontraktor. Kemudian pengelolaan bersama antara Pertamina dan kontraktor.

Arie pun meminta pemerintah agar memberikan pengelolaan blok Rokan yang akan habis 2021 kepada Pertamina. "Sampai ada kepastian Blok Rokan kembali ke bumi pertiwi," kata dia.

(Baca: Kurang Lengkap, Pertamina Diminta Revisi Proposal Blok Rokan)

Adapun saat menyampaikan tuntutannya ke Kementerian ESDM, Arie dan beberapa serikat pekerja disambut audiensi oleh Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar. Namun menurut Arie pihaknya tidak mau berdialog dengan Arcandra. "Amanat kami harus dialog dengan menteri," kata dia.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan pihaknya sudah menerima kehadiran pada serikat pekerja, namun mereka menolak untuk audiensi. "Pak wakil menteri sudah inisiatif temui, tapi mereka maunya ketemu pak Menteri," kata Agung di Kementerian ESDM.

Reporter: Anggita Rezki Amelia