Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyetujui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik/RUPTL untuk periode 2018-2027. Dalam dokumen anyar itu, pemerintah memangkas sejumlah proyek pembangkit listrik. Salah satunya pembangkit listrik berbahan bakar gas.
Direktur Perencanaan Korporat PLN, Syofvi Felienty Roekman mengatakan alasan memangkas jumlah pembangkit gas itu adalah kebutuhannya masih rendah. Selama ini pembangkit gas digunakan saat beban puncak terjadi (peaker).
Alasan lainnya adalah biaya produksi dari pembangkit gas lebih mahal daripada batu bara. Untuk menghasilkan listrik per kilo watt hour/kwh dari pembangkit berbahan bakar gas bisa mencapai Rp 800 per kwh. Padahal jika menggunakan batu bara bisa di bawah itu.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang rendah juga menjadi hal yang mempengaruhi pemangkasan pembangkit gas dalam RUPTL ini. Pertumbuhan ekonomi 2018-2027 diasumsikan sebesar 6%. Asumsi ini masih lebih rendah dibandingkan RUPTL sebelumnya yang bisa mencapai 6,2%.
Hal itu pun membuat pertumbuhan kebutuhan listrik turun ke level 6,86 %. Angka ini lebih rendah daripada RUPTL 2017 -2026 yang mencapai 8,3%.
Alhasil, jumlah kapasitas pembangkit gas yang dipangkas mencapai 10.000 Mega Watt/MW. Sehingga jumlah pembangkit tenaga gas dalam 10 tahun terakhir hanya 14.305 MW. "Kami sesuaikan," kata dia dalam diseminasi RUPTL 2018-2027 di Gedung PLN, Jakarta, Kamis (22/3).
Pembangkit yang akan ditunda adalah PLTGU Jawa-4 kapasitas 2x800 MW, PLTGU Jawa-5 kapasitas 2x800 MW, PLTGU Jawa 6 kapasitas 2x800 MW, PLTGU Jawa 7 kapasitas 2x800 MW, PLTGU/MG Jawa-Bali 2 kapasitas 500 MW, PLTGU/MG Jawa-Bali 3 sebesar 500 MW. Adajuga PLTGU/MG Jawa-Bali 4 sebesar 450 MW.
Meski dipangkas, namun ada beberapa pembangkit gas yang kini tahap pembangunan akan beroperasi di tahun depan. Dengan demikian Syofvi memprediksi kebutuhan gas untuk pembangkit bertambah.
Dari data RUPTL 2018-2027, proyeksi kebutuhan bakar bakar gas untuk pembangkit listrik pada tahun 2018 sebesar 347 TBTU untuk gas pipa dan 174 TBTU untuk gas alam cair (LNG).Lalu pada 2019 kebuhan gas pipa untuk pembangkit meningkat mencapai 365 TBTU dan 219 TBTU untuk LNG. "Nanti paling besar kebutuhan gas di 2027," kata Syofvi. Pada 2027, kebutuhan gas untuk pembangkit PLN mencapai 292 TBTU untuk gas pipa dan 435 TBTU untuk LNG.
Selain gas, itu pembangkit tenaga uap atau berbahan batu bara juga terpangkas 5.000 MW. Kemudian tenaga air berkurang sekitar 1.000 MW.
(Baca: RUPTL 2018-2027 Disetujui, Jonan Pangkas Jumlah Pembangkit Listrik)
Jadi, secara total, jumlah pembangkit yang ada di RUPTL 2018-2027, juga turun menjadi menjadi 56 Giga Watt (GW). Tahun lalu, targetnya bisa mencapai 78 GW.
Di RUPTL ini, pembangkit energi batu bara masih mendominasi sekitar 54,4%. Disusul energi baru terbarukan 23%, gas 22,2% dan Bahan Bakar Minyak/BBM 0,4%.