Harga minyak dunia akan menjadi salah satu tantangan utama bagi perekonomian Indonesia tahun 2018. Apalagi tren harga emas hitam it uterus meningkat setelah hampir selama dua tahun terakhir mengalami penurunan.
Tim riset DBS memperkirakan tahun depan, harga minyak dunia akan meningkat ke posisi US$ 60-65 per barel. Angka ini masih di atas asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2018 yang dipatok US$ 48 per barel.
Kenaikkan harga minyak ini dipacu kebijakan pemangkasan produksi dan ekspor negara penghasil minyak hingga 1,8 juta barel per hari. Apalagi, pemangkasan itu diperkirakan akan diperpanjang hingga kuartal pertama tahun depan.
Selain pemangkasan, faktor lain yang mendongkrak kenaikan harga adalah tumbuhnya konsumsi minyak Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok dan India. “Konsumsi minyak mentah dunia akan tumbuh 1,4-1,5 juta bpd di 2017/18,” ujar tim ekonom DBS Suvro Sarkar, Pei Hwa Ho, Glenn Ng, William Simadiputra dan Janice Chua dalam laporan DBS Group Research Regional Industry Focus yang bertajuk Regional Industry Focus: Oil and Gas dikutip Jumat (22/12).
Kenaikkan harga ini tentu menggembirakan bagi industri migas dan negara produsen minyak, tapi sebaliknya bagi Indonesia, yang dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi negara net importir. Kenaikkan harga minyak dunia akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan produk domestik bruto nasional.
Kendati demikian, tim riset DBS menyatakan peningkatan harga minyak mentah akan berdampak positif terhadap anggaran pemerintah Indonesia. Sebab, pendapatan pajak dan nonpajak dari sektor migas yang diperkirakan Rp 113 triliun masih 10 persen lebih tinggi dibanding subsidi energi 2018.
Di sisi lain, kenaikkan harga minyak dunia juga dapat memicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ujungnya akan berdampak pada naiknya harga barang pokok yang disebabkan mahalnya biaya produksi.
Dengan menggunakan Consumer Price Index (CPI)—indikator penghitungan tingkat inflasi di suatu negara, sektor transportasi dan listrik menjadi kontributor terbesar dalam menentukan di Indonesia, mencapai 25 persen dari seluruh kategori CPI yang ada. Oleh sebab itu, DBS memprediksi tiap 10 persen kenaikan harga minyak mentah dunia, akan berdampak terhadap peningkatan inflasi sebesar 0,6.
Kondisi ini jelas menjadi tantangan bagi pemerintah di tengah upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing untuk mendorong masuknya investasi. Sebab, inflasi merupakan elemen penting yang mempengaruhi rating (peringkat) investasi sebuah negara.
(Baca: Ini Alasan Lengkap Fitch Kerek Lagi Rating Utang Indonesia Jadi BBB)
Pemerintah Indonesia bisa saja tidak menaikkan harga bahan bakar untuk menjaga biaya operasional. Namun, kebijakan untuk mempertahankan harga BBM harus mempertimbangkan ketersediaan anggaran untuk subsidi. Selain itu perlu melihat dampak bagi upaya pengembangan energi terbarukan.