Adu Kuat Jonan dan Freeport Soal Perpanjangan Operasional

www.npr.org
tambang freeport
Penulis: Arnold Sirait
28/6/2017, 08.00 WIB

Negosiasi antara pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Freeport Indonesia memasuki babak baru. Kali ini kedua belah pihak masih saling mempertahankan pendapatnya mengenai perpanjangan masa operasional.

Kementerian ESDM menginginkan perpanjangan kontrak dilakukan dua tahap, masing-masing tahap memiliki waktu 10 tahun. Sebaliknya, perusahaan asal Amerika Serikat itu menginginkan perpanjangan masa operasi langsung hingga 2041. Adapun kontrak Freeport berakhir 2021.

(Baca: Perpanjangan Kontrak Freeport, Jokowi Minta 5 Syarat)

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan keinginan Freeport mendapatkan perpanjangan hingga 2041 sudah disampaikan ke pemerintah. Perusahaan asal Amerika Serikat itu menyampaikan meski pemerintah memberi perpanjangan hingga 2031, tapi harus ada klausul yang menyebutkan karena ada itikad baik, pemerintah memberikan sinyal perpanjangan 10 tahun kedua.

Namun, sampai saat ini pemerintah tetap pada pendiriannya, jika seluruh yang diamanatkan peraturan perundangan dipatuhi, Freeport akan mendapatkan perpanjangan 10 tahun terlebih dulu. “Sesuai arahannya Menteri ESDM itu sampai 2031,” kata dia di Jakarta, Kamis (22/6). 

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan apapun keputusan yang akan diambil pemerintah nantinya harus mengacu pada peraturan yang ada. “Saya ikutin perundangan yang berlaku saja,” kata dia di Istana, Jakarta, (22/6).


Kontribusi PT Freeport Indonesia Terhadap Perekonomian Indonesia pada 2013

Mengenai perpanjangan masa operasional Freeport ini harus mengikuti pasal 83 Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara karena sudah berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari sebelumnya kontrak. Pasal tersebut menyebutkan jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam atau batubara dapat diberikan paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing 10 tahun.

Perpanjangan itu juga masuk dalam klausul kontrak Freeport yang ditandantangi 1991 oleh Menteri Pertambangan saat itu Ginandjar Kartasasmita. Dalam pasal 31, perusahaan akan diberi hak untuk memohon dua kali perpanjangan masing-masing 10 tahun atas jangka waktu tersebut berturut-turut, dengan syarat disetujui pemerintah.

Di sisi lain, PT Freeport Indonesia meminta perpanjangan operasional hingga 2041 bukan tanpa alasan. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari keinginan itu. Pertama, investasi yang sangat besar mencapai US$ 15 miliar untuk tambang bawah tanah.

Kemudian, ada investasi US$ 3miliar untuk pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Alasan lainnya adalah divestasi yang cukup besar hingga 51 persen. “Kami ingin langsung perpanjangan sampai 2041 tanpa melewati opsi tersebut,” kata Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama kepada Katadata, Jumat (23/6).

Jalan Berliku Kontrak Freeport (Katadata)

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan karena status Freeport sudah menjadi IUPK maka harus mengikuti aturan yang ada. Artinya perpanjangan adalah dua kali 10 tahun.

Namun, aturan tersebut memang memiliki kelemahan, apakah perpanjangan dua kali 10 tahun itu bisa diberikan saat ini juga atau harus menunggu hingga 2031 untuk mendapatkan perpanjangan kedua. “Regulasinya tidak jelas. Mungkin itu menjadi isu yang sedang dirundingkan,” kata dia kepada Katadata, Sabtu (24/6).

Pengajar Hukum di Universitas Tarumanegara Ahmad Redi melihat dari sisi lain. Menurutnya secara hukum, perpanjangan masa operasi tidak bisa dilakukan saat ini. Alasannya kontrak Freeport masih berlaku meski statusnya IUPK, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2017.

Jadi Freeport harus memilih kontrak karya dibiarkan berakhir sampai 2021 baru diproses permohonan operasi tambangnya sesuai dengan syarat dan ketentuan dalam UU Minerba. Namun, apabila tidak ingin menunggu hingga 2021, Freeport dan pemerintah harus mengakhir kontrak.

(Baca:  BPK: Potensi Kerugian Negara Akibat Tambang Freeport Rp 185 Triliun)

Kemudian, Freeport mengajukan permohonan. "Tentu harus ada evaluasi yang komprehensif mengenai pemberian izin operasi, khususnya mengenai kontribusi Freeport bagi perekonomian Indonesia," kata dia. 

Reporter: Ameidyo Daud Nasution, Anggita Rezki Amelia