Pemerintah menetapkan harga gas dari Blok Masela sebesar US$5,5 per mmbtu. Angka ini lebih tinggi dari permintaan industri yang berada di sekitar level US$ 3 per mmbtu.
Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam mengatakan awalnya memang industri meminta harga gas sebesar US$ 3 per mmbtu. Namun, harga tersebut sudah berubah keekonomiannya seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.
(Baca: Kemenperin: Pertamina Batal Beli Gas dari Blok Masela)
Selain harga minyak, pertimbangan lainnya adalah penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pemerintah menetapkan harga US$ 5,5 agar penerimaan negara tidak hilang.
Di sisi lain, harga tersebut juga sudah memperhitungkan harga komoditas seperti pupuk. "Itu cukup kelayakannya," kata Khayam di Jakarta, Senin (12/6).
Menurut Khayam saat ini ada beberapa industri yang ingin membeli gas Masela. Mereka adalah PT Pupuk Indonesia dengan alokasi 214 mmscfd, Elsoro Multi Prima 160 mmscfd dan Kalimantan Metanol Indonesia (KMI)/Sojitz 100 mmscfd, dan PLN 60 mmscfd untuk kebutuhan pembangkit listrik. (Baca: PLN dan Pupuk Indonesia Siap Serap Gas dari Blok Masela)
Kepala Corporate Communication Pupuk Indonesia Wijaya Laksana membenarkan pihaknya hendak menyerap gas blok Masela sebesar 214 mmscfd. Namun perusahaannya meminta harga lebih murah. "Kalau harga idealnya di US$ 3-4 per mmbtu," kata dia Kepada Katadata, Senin (12/6).
Sampai saat ini Inpex enggan berkomentar banyak mengenai harga gas Masela. Yang jelas, menurut Juru Bicara Inpex Usman Slamet mengatakan perusahaannya sedang melakukan studi desain awal (Pre Front-End Engineering Design/FEED) dengan kapasitas produksi 9,5 mtpa untuk gas alam cair (LNG) dan 150 mmscfd untuk gas pipa.
(Baca: Pemerintah Targetkan Tiga Bulan Dapatkan Pembeli Gas Masela)
Kapasitas produksi tersebut merupakan instruksi dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). “Inpex sedang bekerja untuk memulai studi Pre-FEED sesuai dengan instruksi SKK Migas,” ujar dia kepada Katadata, Selasa (13/6)