(Baca: Chevron PHK Ribuan Karyawan di Indonesia)

Di sisi lain, Julianta menyoroti gross split yang menjadi skema baru kontrak migas saat ini. Skema ini bisa membuat Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam negeri tidak bisa sepenuhnya dimanfaatkan oleh perusahaan migas. Penyebabnya, para perusahaan migas cenderung mencari pekerja tertentu sesuai kondisi keuangannya. 

Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Tutuka Ariadji menyoroti persoalan yang sama. Setelah lulus, para alumni jurusan Teknik Perminyakan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan pekerjaan di sektor migas.

Bahkan, masih ada lulusan teknik perminyakan yang sudah lulus sejak beberapa tahun lalu hingga kini belum mendapatkan pekerjaan di sektor migas.  "30 persen dari alumni kami masih waiting for the first job, beberapa yang sudah menjadi karyawan memilih resign dan mencari pekerjaan lain," kata Tutuka.

Data yang dihimpun Katadata, lulusan jurusan pertambangan pada tahun lalu sebanyak 30.357 orang. Perinciannya, jurusan Teknik Perminyakan sebanyak 5.469 orang di sembilan universitas dan Teknik Geodesi sebanyak 2.644 orang di 16 universitas. Adapun, jurusan Teknik Geologi sebanyak 8.074 orang di 31 universitas, dan 14.170 orang di 37 universitas di Indonesia. 

(Baca: Perusahaan Migas Bakrie Menunggak Gaji Karyawan)

Direktur IPA Tenny Wibowo mengatakan, universitas sudah seharusnya membuat alumni dari jurusan sektor migas mengajarkan kemampuan yang baik. Dengan begitu, ketika lulus sudah siap menghadapi persaingan global. "Jadi jangan cuma kerja lapangan, kunjungan praktik saja. Harus ada soft skill," kata dia. 

Halaman: