Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas. Revisi aturan ini membuka peluang kontraktor kerja sama (KKKS) migas memiliki kembali peralatan operasi migas yang diimpornya.

Wakil menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan dalam pasal 78 PP 35/2004, seluruh barang atau peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu migas dan diimpor oleh KKKS menjadi kekayaan negara. Padahal tidak semua lapangan migas yang dieksplorasi dapat ekonomis, bahkan ada yang tidak membuahkan hasil.

(Baca: Eksplorasi Migas Gagal, Rp 22 Triliun Amblas)

Selain itu, proses penyerahan alat operasi ke pemerintah juga cukup rumit dan membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga tahun. Akibatnya, kualitas barang ikut menurun dan tidak bisa lagi terpakai di kemudian hari. "Sudah jadi rongsokan," kata dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (22/2).

Atas dasar itu, Kementerian ESDM mengajukan revisi aturan ini kepada Kementerian Hukum dan HAM. Arcandra mengatakan revisi PP 35/2004 ini akan diterapkan untuk kontrak saat ini, seperti di blok-blok eksplorasi dan juga untuk kontrak gros split  di masa mendatang.

(Baca: Pakai Gross Split, Negara Tetap Kuasai Aset Migas Kontraktor)

Arcandra juga menjelaskan dalam aturan yang baru ini jika kontraktor gagal melakukan eksplorasi di suatu lapangan migas, maka kontraktor bisa memiliki peralatan yang sudah dibelinya. Mereka cukup membayar bea masuk kepada pemerintah atas peralatan tersebut. "Kalau tidak komersial, kami kembalikan," kata Arcandra.

Selain itu, pemerintah juga membolehkan kontraktor menggunakan peralatan operasi migas tidak hanya di satu wilayah kerja saja, tapi bisa dipakai juga wilayah kerja lainnya. Dengan  begitu kegiatan operasional bisa menjadi lebih efisien.

(Baca: Skema Gross Split Bebaskan Kontraktor dari Sanksi TKDN Minim)

Sebaliknya, jika suatu wilayah kerja eksplorasi migas terbukti ekonomis, peralatan operasi migas yang telah dibeli kontraktor tetap menjadi aset negara. Namun biaya pembeliannya akan dipulihkan melalui skema cost recovery dan kontraktor dibebaskan untuk membayar bea masuknya.