PT Freeport Indonesia mengaku tidak ingin membicarakan potensi adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawai buntut dari ekspor yang tidak dapat dilakukan. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini masih berharap pemerintah dapat memperpanjang izin ekspor konsentratnya.
"Kami tidak ingin bicara PHK, tapi yang kami ingin ekspor bisa berjalan," kata Vice President Corporate Communication Freeport Riza Pratama di Gedung Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, Jumat (27/1). (Baca: Freeport Minta Syarat Ubah Kontrak, Arcandra: Harus Tunduk Aturan)
Dia mengakui ekspor yang dilakukan Freeport erat kaitannya dengan operasional di lapangan. Menurutnya, hal yang paling penting adalah memastikan operasional dan pekerja terus berjalan dengan adanya aktivitas ekspor. Untuk diketahui Freeport sejak tanggal 12 Januari lalu tidak bisa melakukan ekspor karena belum menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Riza mengatakan hingga saat ini Freeport masih mencari jalan tengah dengan pemerintah. Sebagai salah satu syarat mendapatkan izin ekspor, Freeport menyatakan bersedia mengubah kontrak karya dengan izin usaha pertambangan (IUP) Khusus. Namun, hal tersebut haruslah dibarengi dengan stabilitas dan kepastian investasi.
"Kami harapkan (IUPK) isinya sama dengan Kontrak Karya (KK) karena itu jaminan investasi," kata Riza. (Baca: Ekspor Setop, Freeport dan Amman Kaji Aturan Baru Pertambangan)
Sementara Presiden Direktur Freeport Indonesia Chappy Hakim enggan membahas aturan baru yang masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tersebut. Saat ini pihaknya masih menyesuaikan diri dengan aturan tersebut agar tetap bisa beroperasi.
"Saya belum bisa menjelaskan apapun, tapi kami sedang memposisikan diri terhadap aturan baru agar tetap eksis," katanya. (Baca: Chappy Hakim Janji Mundur kalau Freeport Rugikan Negara)
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Aturan yang merupakan revisi keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini masih memberikan kesempatan bagi perusahaan tambang untuk mengekspor mineral mentah tanpa melakukan pemurnian di dalam negeri.
Peraturan anyar ini terbit satu hari sebelum berakhirnya perpanjangan izin eskpor konsentrat pada 12 Januari 2017. Dalam aturan yang diteken Presiden, Rabu tanggal 11 Januari, dan diundangkan pada tanggal itu juga, pemerintah menghapus ketentuan pemegang kontrak karya (KK) yang telah melakukan pemurnian dapat menjual hasil pengolahan dalam jumlah dan waktu tertentu.