Masalah tunggakan gaji bulan Oktober 2016 karyawan PT Energi Mega Persada Tbk hingga kini belum bisa teratasi. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengaku kesulitan membantu mencarikan solusi permasalahan tersebut.
Kepala Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus mengatakan, gaji karyawan memang termasuk dalam komponen cost recovery atau biaya talangan kontraktor migas yang diganti oleh pemerintah. Pembayaran cost recovery ini dilakukan bukan dalam bentuk dana tunai, melainkan bagi hasil minyak atau gas.
Cost recovery ini telah diberikan pemerintah dan dimasukkan dalam produksi minyak siap jual (lifting) bagian kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Dengan begitu, "kewajiban KKKS terhadap karyawan dan vendor itu urusan KKKS. SKK Migas hanya mengontrol melalui audit bersama BPK dan BPKP," kata dia beberapa waktu lalu.
(Baca: Perusahaan Bakrie Belum Sanggup Bayar Tunggakan Gaji Karyawan)
Bagian kontraktor, termasuk cost recovery ini merupakan hak kontraktor untuk menjualnya. Sehingga SKK Migas tidak bisa mengintervensi kontraktor akan menggunakan atau menjual ke mana bagiannya tersebut. Bisa saja kontraktor tersebut telah memiliki kontrak jangka panjang untuk menjual bagiannya tersebut kepada pihak lain, yang pembayarannya sudah dilakukan di muka.
Selama ini Energi Mega Persada (EMP) menggunakan lifting ini sendiri, tanpa melalui PT Pertamina (Persero). Sehingga jika ada keterlambatan pembayaran atas minyak atau gas ini, SKK Migas sulit untuk membantu menagih pembayarannya. "Kalau misalkan Pertamina sebagai offtakernya, kami bisa tanya ke Pertamina berapa jumlahnya," ujarnya beberapa waktu lalu.
Taslim menyatakan SKK Migas akan tetap mengupayakan agar masalah tunggakan gaji karyawan EMP bisa teratasi. SKK Migas akan segera memanggil manajemen EMP untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran tunggakan ini.
SKK Migas juga akan mendorong EMP menjual hasil liftingnya kepada Pertamina agar pembukuan keuangannya bisa diketahui SKK Migas. "Seperti beberapa KKKS yang lain itu kita bisa stok uang (hasil lifting) ke Pertamina," kata dia.
Menurut Taslim, salah satu penyebab EMP menunggak pembayaran gaji karyawannya lantaran kondisi keuangan perusahaan tersebut yang sedang menurun. Seperti diketahui, Sejak Januari hingga September 2016, EMP hanya mampu meraup pendapatan sebesar US$ 391 juta atau turun 37 persen dari pendapatan tahun lalu yang mencapai US$ 624 juta.
(Baca: Harga Minyak Rendah, Pendapatan Energi Mega Merosot 37 Persen)
Akibat pendapatan yang turun, EMP pun membukukan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan mortisasi (EBITDA) lebih rendah dari tahun lalu. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, EBITDA EMP mencapai US$ 207 juta, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 339 juta.
Di sisi lain, produksi migas EMP hingga September 2016 juga mengalami penurunan. Hingga September 2016, perusahaan yang berafiliasi dengan Grup Bakrie ini hanya memproduksi 42,3 ribu barel setara minyak (mboepd).
Padahal tahun lalu, produksi migas perusahaan ini mencapai 46,6 mboepd. Bahkan tahun depan target produksi EMP sekitar 40 mboepd. Penyebabnya ada beberapa lapangan yang produksinya menurun, seperti Blok Malacca Straits. Di blok ini EMP bertindak sebagai operator dengan hak kelola 60,49 persen.