PT Perusahaan Listrik Negara(PLN) mengusulkan perubahan skema perhitungan tarif listrik kepada pemerintah. Perubahan ini karena perhitungan yang dipakai selama ini sudah tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, usulan tersebut sudah disampaikan kepada Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan dalam rapat koordinasi, Selasa (23/8). Dalam rapat itu, PLN meminta rumus penentuan tarif listrik ditinjau ulang karena bahan baku pembangkit yang dipakai sudah berbeda. (Baca: Subsidi Listrik Mikro Hidro Akan Diambil dari Dana Energi)
Saat ini, tarif listrik hanya mengacu pada harga minyak, inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ini sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 31 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PLN.
Tapi sekarang ada variabel energi baru terbarukan, seperti harga gas. Dengan semakin banyaknya pembangkit menggunakan tenaga gas, maka berpengaruh terhadap tarif listrik. Jika harga gas turun maka akan semakin murah pula tarif listrik untuk masyarakat dan usaha.
Karena itu, Sofyan mengusulkan, memasukan komponen harga gas dalam perhitungan tarif listrik setiap bulan. “Tapi ini baru usulan, terserah Kementerian ESDM," ujar Sofyan usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Jakarta, Selasa (23/8).
Di sisi lain, dia mengatakan, subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp 48 triliun cukup kalau hanya digunakan untuk subsidi pelanggan golongan menengah ke bawah. Golongan ini yakni yang berdaya 450 VA. (Baca: Rupiah Menguat, PLN Turunkan Tarif Listrik Bulan Agustus)
Jadi, Sofyan mendorong agar pencabutan subsidi bagi pelanggan 900 VA ini terus berjalan."Kalau 900 watt penyesuaiannya berjalan ya masuk, kalau 900 watt tidak lagi, kami lepas karena mereka orang mampu. Subsidi 450 tetap jalan," ujarnya.
Terkait perubahan formula harga, Direktur Perencanaan Korporat Nicke Widyawati mengatakan, PLN memang hanya mengusulkan karena formulasi harga merupakan kewenangan Menteri ESDM. Apalagi sekarang hanya 6,7 persen dari total pembangkit listrik yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan porsinya akan semakin berkurang di masa depan.
Nicke berharap, formula yang baru tersebut bukan hanya menggunakan acuan harga BBM, tapi juga bauran energi seperti gas, batubara, dan energi baru terbarukan lainnya. “Kalau usulan kami ada persentasenya,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (24/8).
(Baca: Serapan Gas Kurang, PLN Salahkan Penurunan Produksi Migas)
Namun, Nicke menyerahkan keputusannya kepada Menteri ESDM. Selain itu, perubahan formula hitungan tarif listrik tersebut juga membutuhkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).