Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendesak PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) segera menyelesaikan draf Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2024. Kementerian memberi target, dokumen ini harus diserahkan pekan ini.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan pihaknya telah lama meminta draf ini ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun, hingga sekarang PLN belum juga menyerahkannya. (Baca: Dukung Proyek 35 GW, PLN Bangun Ribuan Transmisi dan Gardu Induk)

Dia mengatakan banyak alasan yang disampaikan PLN terkait lambatnya penyelesaian draf revisi RUPTL ini. Padahal dokumen rencana penting untuk proyek penyediaan listrik nasional, salah satunya pembangunan pembangkit listrik 35 gigawatt (GW).

Pada 12 Mei kemarin, Jarman kembali mengirimkan surat mengenai RUPTL ke PLN. Dalam surat ini kementerian memberikan target kepada PLN untuk menyerahkan dokumen ini sebelum 20 Mei mendatang.

“Direksi harus menyerahkan (revisi) RUPTL paling lambat 20 mei. Itu batas terakhir,” kata Jarman usai melakukan kampanye potong 10 persen di Kementerian ESDM Jakarta, Minggu (15/5).

Untuk target sekarang ini, kata Jarman, harus bisa dikerjakan oleh PLN. Jika tidak, Direksi perusahaan negara ini akan dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Listrik. (Baca: Listrik Tersedia, Perusahaan Korea Garap Pabrik Tekstil dan Sepatu)

Desakan Kementerian ESDM kepada PLN ini bukan tanpa sebab. Jumat pekan lalu, Menteri ESDM Sudirman Said dipanggil oleh Presiden Joko Widodo untuk menanyakan perkembangan kemajuan proyek listrik 35 GW. Karena sudah banyak juga investor dan pelaku usaha menanyakan perkembangan proyek ini.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa pembangunan proyek pembangkit listrik 35 GW berjalan lambat. Hingga bulan lalu, hanya ada 0,6 persen pembangkit 35 GW yang sudah beroperasi. Sisanya masih dalam tahap perencanaan, pengadaan, dan konstruksi.

Padahal, Jokowi ingin masyarakat bisa segera menikmati manfaat dari proyek ini. Dia pun memerintahkan Sudirman untuk mengevaluasi proyek ini secara menyeluruh. ‎Mulai dari kebijakan, proses penunjukan, pelaksanaan, sampai manajemen proyeknya.

“Termasuk mengecek kenapa RUPTL sampai hari ini belum diterima revisinya. Jadi pesannya itu kira-kira,” ujar Sudirman. (Baca: Empat Faktor Penghambat Realisasi Megaproyek Listrik 35 GW)

Sebelumnya Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengakui ada hambatan dalam pelaksanaan proyek 35 GW, akibat permasalahan sosial dan hukum. Ada empat hal yang menghambat proyek listrik 35 GW, sehingga pengerjaannya molor. Yakni masalah pembebasan lahan, perizinan, tuntutan hukum, dan kerjasama dengan pihak ketiga.

Isu pembebasan lahan menjadi masalah utama proyek listrik 35 GW. PLN mencatat ada 210 permasalahan, sekitar 145 diantaranya merupakan permasalahan dalam pembebasan lahan. Kemudian isu perizinan sebanyak 44 kasus, tuntutan hukum sembilan kasus, dan tiga kasus terkait dengan kerjasama dengan pihak ketiga.

Sebenarnya permasalahan-permasalahan ini sudah diantisipasi oleh pemerintah, dengan adanya beberapa aturan untuk mendukungnya. Namun, penerapan aturan ini belum bisa berjalan baik, sehingga permasalahannya masih muncul. (Baca: PLN Impor Listrik dari Malaysia)