Krisis listrik di Kepulauan Nias yang telah berlangsung lebih dari sepekan akan segera terselesaikan. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan upaya-upaya untuk meredam defisit listrik di daerah tersebut. Penyedia jasa sewa pembangkit yang sebelumnya memasok listrik untuk daerah tersebut sudah sepakat untuk kembali mengalirkan listriknya.
Direktur Bisnis Regional Sumatera PLN Amir Rosidin mengatakan pihak American Power Rental (APR) selaku penyedia jasa sewa PLTD telah sepakat untuk kembali menghidupkan pembangkitnya. “Sudah ada kesepakatan. Mereka (APR) akan menyalakan (pembangkitnya) secara bertahap mulai hari ini,” ujar Amir saat dihubungi Katadata, Selasa (12/4).
Seharusnya pembangkit tersebut sudah bisa beroperasi hari ini. Namun, kata Amir, hal ini belum tentu bisa dilakukan. APR meminta waktu untuk melakukan persiapan agar bisa beroperasi normal. Perusahaan asal Amerika Serikat ini membutuhkan waktu paling sedikit tiga hari. Karena mereka harus mengumpulkan lagi operatornya, dan perjalanan ke Nias juga membutuhkan waktu satu hari. (Baca: PLN Janji Krisis Listrik di Nias Segera Teratasi)
Sudah lebih dari sepekan APR mematikan mesin pembangkit yang merupakan pemasok listrik utama untuk Nias. Alasannya, PLN belum membayar tunggakan sebesar Rp 80-90 miliar untuk penyewaan PLTD di Tanjung Morawa dan Kualanamu Sumatera Utara yang berkapasitas 75 megawatt (MW). Karena merasa dirugikan, APR mematikan PLTD di Nias dan berakibat pada krisis di daerah tersebut.
Rata-rata beban puncak listrik di Nias mencapai 24 MW. Berhentinya pasokan listrik dari PLTD tersebut membuat defisit beban puncak listrik di Nias hingga 74 persen atau sekitar 16 MW. Aktivitas 900.000 penduduk di Nias pun sangat terganggu. PLN sangat menyayangkan keputusan dari APR tersebut. Perusahaan ini pun mencoba untuk melakukan negosiasi dengan pihak APR yang difasilitasi oleh Kedutaan Amerika Serikat.
“Namun perlu penjelasan bahwa tidak ada tunggakan PLN untuk sewa mesin yang di PLTD Nias, semua tagihan yang masuk telah diselesaikan,” ujar Senior Manager Public Relation PLN Agung Murdifi. PLN merasa tidak menggunakan listrik dari APR secara penuh, melainkan hanya 22 persen saja. Makanya PLN pun hanya mau membayar tagihan sesuai listrik yang dibeli. (Baca: Daerah Krisis Listrik, Jokowi Resmikan Pembangkit Terapung)
Dalam negosiasi tersebut, tercapai kesepakatan bersama. Pihak APR bersedia menerima permintaan PLN untuk menyalakan kembali mesin PLTD Nias, dengan syarat PLN harus melunasi sedikitnya 50 persen tunggakan atau sekitar Rp 45 miliar dari total tagihan yang dibebankan. Untuk sisa 50 persennya lagi, PLN akan menunggu hasil audit. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan audit selama kurang lebih satu bulan, untuk mengetahui jumlah tagihan wajar yang harus dibayar PLN.
Selain itu, agar pasokan listrik di Nias kembali normal, PLN mendatangkan 10 generator pembangkit (genset) yang dikirim dari beberapa wilayah di Sumatera Utara. Namun, hal ini juga belum bisa menutup defisit listrik yang terjadi sekarang. Genset-genset ini hanya bisa memasok 10 MW, masih kurang sekitar 6-10 MW lagi. PLN berharap Listrik Nias akan kembali normal setelah dua PLTD milik APR ini kembali dijalankan sesuai kesepakatan dengan PLN.