KATADATA ? PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menemukan permasalahan pembebasan lahan pada 113 lokasi megaproyek pembangkit listrik berkapasitas total 35 Gigawatt (GW) hingga akhir Juli lalu. Jumlahnya setara dengan 38,83 persen dari total 291 lokasi megaproyek tersebut.

Dari 113 lokasi yang masih bermasalah lahannya, sebanyak 71 lokasi merupakan proyek listrik PLN. Sisanya, sebanyak 42 lokasi proyek digarap oleh pihak swasta.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengakui pembebasan lahan memang menjadi kendala dalam merealisasikan megaproyek listrik 35 GW. Kapasitas pembangkit yang belum terbebas dari permasalahan lahan hingga saat ini sebesar 21,13 GW.

Padahal, pembebasan lahan merupakan salah satu titik penting untuk kelancaran proyek agar bisa rampung tepat waktu. Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012, pengadaan lahan membutuhkan waktu 488 hari sampai 742 hari. "Harus selesai sebelum penunjukan pengembang dan penyelesaian benturan antar regulasi," kata Sofyan saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Selasa (8/9).

Selain masalah pembebasan lahan, Sofyan mengungkapkan, penunjukan kontraktor pembangkit listrik harus selesai paling lambat pada kuartal IV tahun depan untuk pembangkit PLN berkapasitas 9,8 GW. Sedangkan untuk pembangkit listrik swasta berkapasitas 20,99 GW paling lambat kuartal IV tahun ini.

Demi merealisasikan megaproyek tersebut, PLN akan segera memperkuat struktur permodalannya sehingga tidak menganggu kinerja keuangan. Solusinya adalah meminta kejelasan skema penjaminan pemerintah bagi PLN untuk pendanaan proyek pembangkit listrik. Terutama, jaminan pendanaan untuk proyek-proyek skala besar dan menjadi perhatian khusus.

Menurut Sofyan, kebutuhan dana untuk membangun pembangkit listrik 35 GW mencapai US$ 72 miliar. Jumlah tersebut belum termasuk kebutuhan dana untuk pembebasan tanah, pajak dan kewajiban sebelum konstruksi (interest during construction).

Ia juga mengungkapkan persoalan teknis megaproyek listrik. Yaitu, saling ketergantungan antar-aktivitas dan antar-proyek pembangkit, transmisi, dan gardu. Selain itu, masalah perizinan masih membutuhkan penyelarasan dan akselerasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Meski dibelit berbagai persoalan, Sofyan optimistis proyek listrik 35 GW dalam waktu lima tahun dapat direalisasikan. Jadi, tidak perlu adanya revisi program pemerintah tersebut. "Memang persoalan banyak. Tapi berikan kami kesempatan untuk menyelesaikan ini," tandasnya.

Padahal, dalam konferensi pers, Senin (7/9), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli memutuskan untuk merevisi megaproyek listrik 35 GW menjadi 16 GW. Alasannya, pengadaan listrik 35 GW dapat mengancam kondisi keuangan PLN karena harus menyerap produksi listrik yang berlebih pada tahun 2019 mendatang.

(Baca: Membahayakan PLN, Rizal Ramli Revisi Megaproyek Listrik Jadi 16 GW)

Keputusan Menko Maritim tersebut bertolak belakang dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Ia memastikan megaproyek pembangkit listrik 35 GW ini dapat berjalan sesuai target. ?Sudah pasti tidak akan ada pengurangan target,? katanya di Gedung Ditjen Kelistrikan, Jakarta, Senin (7/9).

Reporter: Arnold Sirait