Pertambangan emas skala kecil masih marak terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Apalagi banyak perempuan dan anak-anak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yun Insiani mengatakan terdapat 850 titik penambangan emas skala kecil yang tersebar di 180 kabupaten/kota dari Aceh hingga Papua setelah reformasi politik pada 1998. Kegiatan tersebut menjadi sumber penghasilan 300-500 ribu penduduk Indonesia.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 30% merupakan perempuan. Yun menyebut keterlibatan perempuan dalam pertambangan emas skala kecil dipengaruhi faktor ekonomi, yaitu kemiskinan dan alternatif mata pencarian.
"Perempuan menjadi pelaku penting karena berkontribusi terhadap ekonomi keluarga dan komunitas lokal," ujar Yun dalam seminar virtual "Partisipasi Perempuan dalam Pemberdayaan Komunitas Penambang" yang diselenggarakan Katadata, Rabu (15/7).
Padahal, kegiatan tersebut berdampak negatif bagi perempuan. Menurut dia, perempuan penambang tidak mendapat manfaat dari segi kesehatan, pendidikan, permodalan, hingga pelatihan. Pada praktiknya, perempuan justru menghadapi banyak tantangan.
Yun menjelaskan, perempuan harus bekerja sama beratnya dengan laki-laki, namun diberi upah lebih rendah. Perempuan juga harus bekerja lebih lama untuk menambang emas.
Selain itu, perempuan penambang kerap melakukan pekerjaan berbahaya seperti memecahkan atau memindahkan batu, serta menggunakan merkuri untuk mendapatkan emas. Padahal merkuri berbahaya bagi perempuan subur dan hamil.
"Itu mejadi tantangan dalam pembangunan ekonomi, serta ancaman terhadap kesehatan dan lingkungan," kata dia.
(Baca: RI Masuk Tiga Besar Penghasil Merkuri Dunia, KLHK Awasi Penambang Emas)
Di sisi lain, Yun mengatakan, kegiatan pertambangan emas skala kecil dapat merusak lingkungan secara serius karena penggunaan merkuri. Pemerintah pun berupaya meminimalkan dan menghilangkan penggunaan merkuri dalam pertambangan.
Pemerintah telah meratifikasi konvensi Minamata melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2017. Mandat tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden nomor 21/2017 yang bertujuan mengurangi dan menghapuskan penggunaan merkuri di tingkat nasional secara terpadu.
Dengan dampak tersebut, Yun mengatakan pemerintah bersama United Nations Development Programme (UNDP) mendukung proyek GOLD-Ismia. Melalui proyek tersebut, dia berharap penambang perempuan mendapatkan keadilan dan kesetaraan gender.
"Saya berharap perempuan dapat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat di sektor pertambangan. Sehingga kita bisa berbuat lebih banyak lagi bagi kesejahteraan penambang emas skala kecil," kata dia.
Deputy Resident Representative UNDP Indonesia Sophie Kemkhadze mengatakan isu peran perempuan dalam lingkungan pertambangan sangat penting. Apalagi, wanita kerap ditinggalkan ketika berbicara mengenai teknologi, berbagi pengetahuan, aspek keselamatan, hingga finansial.
"Kami punya jalan yang panjang dan pekerjaan rumah yang cukup besar dalam pemberdayaan perempuan terkait kesetaraan gender di sektor pertambangan emas skala kecil," kata Sophie.
Melalui proyek GOLD-Ismia yang dilaksankaan di enam lokasi, Sophie berharap pihaknya bisa mendapatkan gambaran mengenai tantangan dan peluang kesataraan gender dalam kegiatan pertambangan emas skala kecil. Sehingga bisa menjadi masukkan dalam membuat kebijakan dan menciptakan mekanisme dukungan bagi wanita dan pria dalam kegiatan tersebut.
"Memberdayakan perempuan tidak hanya untuk satu wanita, tetapi bisa berdampak signifikan bagi keluarganya hingga masyarakat," ujar Sophie.
Rektor Universitas Riau, Prof. Aras Mulyadi mengatakan kesetaraan gender penting dalam kegiatan pertambangan emas skala kecil. Sehingga perempuan dapat berpartisipasi lebih besar dalam kegiatan pertambangan untuk mendukung kehidupan mereka.
Kordinator Pusat Studi Lingkungan Hidup (KPSLH) Universitas Riau, Suwondo menambahkan, peran perempuan dalam pertambangan emas tradisional sebenarnya sangat dominan. Peran tersebut sempat digantikan dengan masuknya sistem semprot dan dredging.
Namun, cara penambangan tradisional tetap eksis. Perempuan pun terus terlibat dalam kegiatan pertambangan. Apalagi, pertambangan emas sangat menguntungkan secara ekonomi.
Suwondo menyebut perempuan penambangan emas dalam sehari bisa menghasilkan dua hingga tiga buncis emas. Satu buncisnya dihargai Rp 43 ribu.
Oleh karena itu, Suwondo berharap ada teknologi yang dapat digunakan perempuan dalam menambang emas. Sehingga kegiatan tersebut bisa berdampak positif bagi perempuan dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Direktur Program Indonesia Pure Earth dan Co-Founder Women in Mining & Enery, Budi Susilorini mengatakan, hasil ekonomi dari menambang emas biasanya digunakan perempuan untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan uang sekolah anak-anak mereka. Namun, keberadaan perempuan dalam pertambangan emas termarjinalkan.
Oleh karena itu, pihaknya berinisiatif membuat proyek pemberdayaan perempuan di Tewang Pajangan, Kalimantan Tengah. Dalam proyek tersebut, pihaknya mengajarkan administrasi keuangan, teknik pengelolaan emas babas merkuri, dan pelatihan pelemburan emas.
Dengan cara tersebut, perempuan penambang emas bisa mendapatkan penghasilan lebih baik dan terhindar dari risiko bahaya merkuri. Ke depannya, Budi berharap ada alih teknologi bebas merkuri sehingga perempuan tersebut bisa terbebas dari risiko kesehatan. Selain itu, dia berharap perempuan terlibat lebih banyak dalam korporasi dibandingkan terlibat dalam kegiatan pertambangan.
Di sisi lain, Direktur DeTara Foundation Latipah Hendarti mengatakan perempuan harus diberikan kesempatan yang sama dalam kegiatan pertambangan emas. Selain itu, perempuan harus mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan aktivitas pertambangan.
"Proses edukasi juga penting, sehingga ada alternatif lain dari aspek ekonomi yang berkelanjutan selain menambang emas. Sehingga mereka bisa memilih mana yang nyaman bagi mereka," ujar Latipah.