Pemerintah telah memberikan insentif berupa penundaan pembayaran dana pascatambang atau Abandonment and Site Restoration (ASR) kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Namun, insentif tersebut dinilai tak cukup kuat menggairahkan iklim investasi hulu migas yang terpuruk akibat anjloknya harga minyak.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolin Wajong mengatakan pihaknya berharap ada insentif fiskal tambahan bagi pelaku usaha migas. Pihaknya pun mengajukan beberapa usulan insentif kepada pemerintah.
"Tapi belum bisa kami kemukakan karena masih dalam pembicaraan dengan pemerintah," kata Marjolin kepada Katadata.co.id, Kamis (23/7).
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan menilai pemberian insentif penundaan kewajiban ASR sebenarnya sudah membantu KKKS. Apalagi, kontraktor membutuhkan dukungan finansial selama pandemi corona.
"Sehingga itu membantu dari sisi finance KKKS. Setidaknya mereka bisa menghitung capex dan opex di tengah situasi saat ini," kata dia.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah memutuskan menunda kewajiban ASR tahun ini. Insentif tersebut diberikan untuk menjaga stabilitas keuangan dan operasional kontraktor migas.
Dia pun berharap insentif itu dapat membantu KKKS mempercepat kegiatan-kegiatan peningkatan produksi. "Ini merupakan usaha kami mengawal agar target tahun ini dan tahun-tahun ke depan dapat tercapai,” kata Dwi.
SKK Migas pun telah membuka pendaftaran bagi KKKS yang memerlukan insentif tersebut. KKKS diberi waktu menyampaikan permohonan paling lambat 31 Juli 2020.
SKK Migas bakal mengevaluasi kemampuan finansial kontraktor migas sebelum memberikan insentif penundaan pembayaran dana ASR. Pasalnya, insentif tersebut diberikan hanya untuk KKKS yang kesulitan arus kas akibat harga minyak turun selama pandemi corona.
Selain itu, Dwi menyebut, pemerintah setuju mengurangi pajak-pajak tidak langsung hingga 100%, seperti pengurangan PBB migas dan percepatan reimbustment PPN. Pemerintah juga membebaskan bea masuk dan pajak dalam rangka impor untuk wilayah kerja eksploitasi dan wilayah kerja produksi komersial kontrak gross split.
Selanjutnya, pemerintah memberikan stimulus berupa harga diskon untuk gas yang dijual dalam volume take or pay (TOP) atau daily contract quantity (DCQ). Sedangkan insentif terkait revisi domestic market obligation atau DMO untuk masing-masing wilayah kerja telah diusulkan kepada pemerintah untuk dinilai tingkat keekonomiannya.
Dwi juga menyebut pihaknya mengkaji tax holiday untuk masing-masing blok migas. Pemberian tax holiday akan disesuaikan dengan tingkat keekonomian tiap lapangan migas. Sedangkan usulan pembebasan PPN LNG melalui penerbitan revisi PP 81 dan biaya sewa barang milik pemerintah masih terus dibahas dengan Kementerian Keuangan.
Begitu juga dengan rencana penghapusan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak. Selain menjadi insentif bagi kontraktor, penghapusan biaya kilang menjadi upaya menurunkan harga gas industri menjadi US$ 6 per MMBTU.
"Kami juga sampaikan usulan pembebasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas kepada kementerian yang membina industri pendukung, seperti baja, rig, jasa dan service," ujar Dwi.