Pertamina mencatat produksi migas pada semester I 2020 sebesar 884.100 barel setara minyak per hari (BOEPD). Jumlah tersebut hanya 98,89 persen dari target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) revisi tahun ini sebesar 894 ribu BOEPD.
Sebelumnya, Pertamina menargetkan produksi migas bisa mencapai 923 ribu BOEPD. Namun, pandemi corona menyebabkan aktivitas hulu migas terhambat. Perusahaan pun merevisi target produksi migas tahun ini menjadi 894 ribu BOEPD.
Adapun total produksi minyak perusahaan dari domestik maupun luar negeri pada paruh pertama tahun ini sebesar 414.400 BOPD. Jumlah tersebut sebesar 98,43 persen dari target RKAP 2020 revisi sebesar 421 ribu BOPD.
Sedangkan produksi gas bumi perusahaan hingga semester I 2020 sebesar 2.721 juta kaki kubik per hari (MMSCFD ). Jumlah tersebut sebesar 99,27 persen dari target revisi tahun ini 2.741 MMSCFD.
Lebih lanjut, Pertamina mengklaim produksi minyak dua anak usahanya telah sesuai RKAP revisi, yakni PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dengan realisasi produksi sebesar 107% atau 30.459 BOPD, dan PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) sebesar 101% atau 12.300 BOPD.
Sedangkan realisasi produksi minyak PT Pertamina Hulu Energi (PHE) hanya 99,9% atau sebesar 82.200 BOPD, PT Pertamina EP (PEP) sebesar 99% atau 80.500 BOPD, dan PT Pertamina Internasional EP (PIEP) hanya 96% dari target atau 99.400 BOPD.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengungkapkan PHM dan PHSS berhasil melampaui target RKAP revisi setelah mencatatkan performa baseline (produksi eksisting) yang lebih besar dan ditambah dengan produksi dari well intervention (intervensi sumur).
Untuk produksi gas bumi, anak usaha yang berhasil melampaui target yakni PHE yang realisasi produksinya mencapai 102% atau 800,4 MMSCFD. Menurut Fajriyah, pencapaian tersebut dapat diraih karena produksi gas dari Blok Offshore North West Java (ONWJ) melebihi target. Blok ONWJ mampu mencapai baseline yang baik, kehandalan fasilitas, dan production losses yang minimal.
Di sisi lain, PHE terus berkoordinasi dengan konsumen dan SKK Migas untuk mengoptimalkan penyerapan dan penyaluran gas ditengah tantangan penurunan permintaan Hal tersebut juga menjadi faktor yang mendorong meningkatnya penyerapan gas di Blok Jambi Merang maupun Blok Tomori.
Sedangkan, tiga anak usaha lainnya mencatakan realisasi produksi yang belum maksimal. Rinciannya, PHI sebesar 99% atau 745 MMSCFD, PEP sebesar 94% atau 876 MMSCFD, dan PIEP 91% atau 277 MMSCFD.
"Ke depannya, upaya menjaga dan meningkatkan produksi ini akan terus diperkuat melalui pengeboran sumur, workover, perawatan sumur, serta menjaga keandalan fasilitas produksi demi menghindari unplanned shutdown dalam rangka mencapai target produksi 2020,” kata Fajriyah dalam keterangan tertulis, Senin (27/7).
Selain eksploitasi, Pertamina terus mengintensifkan kegiatan eksplorasi. Kabar terbaru datang dari PEP dengan penemuan sumber daya migas baru di Cekungan Jawa Barat, tepatnya di sumur Akasia Prima-1 (AKP-1).
Sumur AKP-1 ditargetkan untuk membuktikan keberadaan hidrokarbon dengan potensi sumber daya prapengeboran (P50) sebesar 75 MMBO (juta barel minyak) dan 10,3 BCFG (miliar kaki kubik gas). Penemuan ini melengkapi kesuksesan PEP sebelumnya dalam menemukan cadangan gas sebesar 333,6 BCFG dari eksplorasi di sumur Wolai-002 di Sulawesi Tengah pada triwulan 1-2020.
Sebelumnya, SKK Migas mencatat setidaknya ada 13 kontraktor yang tak mencapai target lifting migas pada semester I 2020. Mayoritas kontraktor tersebut merupakan anak usaha Pertamina
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan sejumlah kendala yang dihadapai oleh Pertamina sehingga tak bisa mencapai target lifting migas. Salah satunya terkait penyerapan gas rendah selama pandemi corona seperti yang dialami oleh PEP. Perusahaan itu juga menghadapi insiden kebakaran di fasilitas produksi gas atau CPP di Gundih.
Sedangkan Pertamina Hulu Energi OSES harus menunda program workover dan well service karena kapal pendukung dipakai untuk insiden kebocoran migas di Lapangan YY Blok ONWJ. "Adapula isu pipa bocor, dan reaktivasi sumur yang tertunda karena pengadaaan rig terhambat dan penyerapan gas yang rendah," kata Dwi.
Faktor lainnya yang menyebabkan lifting migas rendah Pertamina yaitu hasil pengeboran yang tak sesuai target. "Ada juga pengaruh dari unplanned shutdown," ujar Dwi.