Kusut Data, Penyakit Akut yang Gerogoti Subsidi Listrik

123RF.com/MIKHAIL GRACHIKOV
Ilustrasi. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menemukan sebanyak 50% penerima subsidi listrik merupakan pelanggan rumah tangga mampu.
5/11/2020, 19.38 WIB

Realisasi subsidi listrik masih tak sesuai harapan. Masyarakat mampu banyak yang ikut menikmatinya. Padahal, anggarannya setiap tahun mencapai puluhan triliun rupiah.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menemukan sebanyak 50% penerima subsidi listrik merupakan pelanggan rumah tangga mampu. Dengan kondisi ini, pemerintah perlu melakukan lagi penyisiran data subsidi listrik agar tepat sasaran, seperti pada 2017 lalu.

Ketika itu, berdasarkan data TNP2K, pelanggan listrik PLN golongan 900 Volt Ampere (VA) yang layak mendapatkan subsidi hanya empat juta pelanggan. Namun, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2017 mengalokasikan untuk 22 juta pelanggan.

Pemerintah kemudian melakukan penyisiran. Sebanyak 18 juta pelanggan terdepak dan tak lagi mendapatkan bantuan tersebut.

Kalau hal serupa pemerintah lakukan untuk golongan 450 Volt Ampere, Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan TNP2K Ruddy Gobel menyebut penghematan anggarannya mencapai Rp 10,7 triliun. Hitungan ini berdasarkan asumsi jumlah pelanggan tak lagi mendapat subsidi sebanyak 11,3 juta dan rata-rata bantuan yang mereka terima Rp 78.699 per bulan.

Angka 11,3 juta itu berdasarkan selisih angka data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial dengan data PLN. Sekretaris Ekesekutif TNP2K Bambang Widianto sebelumnya menyebut penerima bantuan subsidi untuk golongan 450 Volt Ampere dalam DTKS 12,6 juta, sementara PLN 23,9 juta pelanggan.

Agar tepat sasaran, TNP2K mengusulkan adanya integrasi subsidi listrik dengan elpiji. “Karena cakupan penerimanya sama, yaitu 27 juta rumah tangga atau 29 juta kepala keluarga,” kata Ruddy kepada Katadata.co.id, Kamis (5/11).

Sebagai informasi, pemerintah memakai satuan rumah tangga untuk subsidi listrik dan kepala keluarga untuk subsidi elpiji. Kedua angka itu sudah termasuk data pelanggan 450 Volt Ampere dan 900 Volt Ampere serta sebagian rumah tangga yang berada di luar kategori itu dan belum memiliki sambungan listrik.

Ruddy mengatakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM posisinya sama integrasi subsidi itu. Pelaksanaannya kemungkinan akhir 2021 atau awal 2022. “Setelah Covid-19 mereda dan tersedia vaksin pada awal tahun depan,” ucapnya.

Saat ini TNP2K terus melakukan pencocokan DTKS yang terbaru dengan data pelanggan PLN. “Updating DTKS dilakukan setiap 6 bulan oleh Kementerian Sosial. Data terakhir yang dicocokkan awal 2020,” katanya.

Selain integrasi subsidi, TNP2K juga mengusulkan agar pemerintah dapat memberikan bantuan langsung tunai alis BLT kepada yang membutuhkan. Selama ini pemerintah membayar subsidi langsung ke PLN berbasis data yang tercatat dan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK.

Potensi penghematan dengan kebijakan BLT untuk pelanggan 450 Volt Ampere dapat mencapai Rp 23,8 triliun. Sebagai informasi, subsidi listrik dalam APBN 2020 saat ini mencapai Rp 54,8 triliun.

Ketika dikonfirmasi soal ini, Dirjen Ketenagalistrikan Rida Mulyana enggan berkomentar. Pesan singkat terkait rencana reformasi subsidi listrik dan telepon dari Katadata.co.id kepada dia tidak berbalas hingga pukul 19.00 WIB.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan pihaknya hanya menyalurkan listrik sesuai penugasan pemerintah. "Saat ini semua pelanggan 450 Volt Ampere masih menerima subsidi, ada sebagian yang tidak termasuk DTKS," katanya kepada Katadata.co.id.

Ilustrasi. Subsidi listrik untuk pelanggan 450 Volt Ampere. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.)

Penyisiran Data Subsidi Listrik Harus Hati-Hati

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat perlu berhati-hati untuk menyisir pelanggan listrik penerima subsidi. Pasalnya, saat ini kelas menengah juga membutuhkan dukungan pemerintah agar tidak jatuh miskin.

Di tengah krisis karena pandemi Covid-19, subsidi seharusnya tak lagi untuk kelas menengah bawah saja. Kondisi kemiskinan saat ini bergerak sangat dinamis.

Bhima mempertanyakan data terbaru TNP2K karena banyak kelas menengah rentan miskin yang saat ini sudah jadi orang miskin baru. Jangan sampai kejadian pada tahun 2017 terulang. PLN saat itu banyak salah mencabut subsidi pelanggan 900 Volt Ampere karena masih ada yang berhak mendapatkannya.

Berikutnya, persoalan efektivitas pengawasan di lapangan dan penanganan komplain juga akan lebih sulit di saat pandemi. "Petugas PLN dibatasi untuk memeriksa ke lapangan. Kalau ada rumah tangga yang berhak mendapatkan subsidi ternyata belum di-check bagaimana?" ucapnya.

Badan Pusat Statistik siang tadi mengumumkan jumlah pengangguran pada Agustus 2020 bertambah 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang atau 7,07% dari total penduduk Indonesia. "Karena ada Covid-19, pengangguran meningkat 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang," ujar Kepala BPS Suhariyanto

Jumlah penduduk usia kerja bertambah 2,78 juta orang menjadi 203,97 juta orang dibandingkan Agustus 2019, sedangkan angkatan kerja bertambah 2,36 juta orang menjadi 138,22 juta orang. Namun, jumlah orang yang bekerja turun 0,31 juta orang menjadi 128,45 juta orang.

Peneliti Center of Reform on Economics atau CORE Yusuf Rendy Manilet mengatakan setiap tahun sebenarnya telah dilakukan evaluasi program subsidi. Namun, memang kerap muncul kesalahan pengecualian dan ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menyelesaikannya.

Terkait reformasi subsidi listrik, dia sepakat dengan rencana itu asalkan datanya akurat. Yang penting, pemerintah perlu menetapkan acuan dasar penerima subsidi listrik. Apabila mengacu data terpadu penanggulangan fakir miskis atau DTPFM, maka datanya harus yang terbaru. Dukungan dari pemerintah daerah sangat krusial untuk memperoleh data yang tepat.

Hal lain yang tidak boleh luput adalah penyesuaian tarif bagi kelompok tertentu. Ia mencontohkan, kelompok usaha mikro dan kecil seharusnya tidak masuk dalam kategori penerima subsidi tapi tarif khusus. "Kelompok ini menjadi indikator penting dalam masa pemulihan ekonomi," ujar Yusuf.  

Ilustrasi PLTS. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Dana Subsidi Listrik Diusulkan untuk Pembangunan PLTS Atap

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai penertiban subsidi listrik memang perlu dilakukan untuk pelanggan 450 Volt Ampere. Namun, memang perlu kehati-hatian di tengah kondisi pandemi.

Penghasilan rumah tangga sedang berubah drastis. "Ada yang tadinya tidak miskin menjadi miskin. Ada yang bekerja kemudian kehilangan pekerjaan atau penghasilan," ujarnya.

Karena itu, dia mengusulkan agar subsidi listrik dapat dialihkan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap. Selain mendukung PLN dalam menggenjot pembangkit energi terbarukan, pemerintah menjadi tidak perlu lagi memberikan subsidi yang selama ini membebani keuangan negara.

Kementerian ESDM sudah berencana melakukan hal itu. Pembangunan pembangkit yang berasal dari dana subsidi tersebut diperuntukan bagi rumah-rumah pelanggan listrik tak mampu. Targetnya, konsumsi listrik pelanggan bersubsidi berkurang.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan pemerintah tengah menyiapkan konsep guna merealisasikan rencana itu. Upaya ini sebagai langkah mengejar target bauran energi terbarukan 23 % pada 2025. “Kami coba menyisihkan atau memindahkan peruntukkan subsidi ke PLTS rooftop,” kata Harris beberapa waktu lalu.

Pengalihannya bukan perkara mudah. Program tersebut menyasar jumlah pelanggan listrik bersubsidi yang jumlahnya mencapai 27 rumah tangga. Untuk merealisasikannya, pemerintah harus mendapat persetujuan DPR. Sejauh ini pembahasannya baru pada tataran konsep.

Harris membantah pengembangan PLTS Atap bakal menggerus pendapatan PLN. Dari hasil hitungan timnya, porsi penetrasi PLTS Atap begitu kecil dari total pasar PLN.

Reporter: Verda Nano Setiawan