Pandemi Jadi Alasan Negosiasi Ulang Kelanjutan Proyek Listrik 35 GW

ANTARA FOTO/Jojon/hp.
Petugas Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) PT PLN (Persero) melakukan pemeliharaan jaringan dengan metode berjarak di perbatasan Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (4/1/2021).
Editor: Yuliawati
7/1/2021, 20.05 WIB

Pandemi Covid-19 berdampak pada pengembangan proyek di sektor energi di antaranya pada proyek pembangkit listrik 35 gigawatt (GW) atau setara 35.000 megawatt (MW). Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pandemi virus corona telah menyebabkan rendahnya penyerapan listrik.

Alhasil pasokan listrik dalam negeri mengalami kelebihan pasokan atau oversupply. Sehingga Arifin berencana menegosiasi ulang dengan para pengembang untuk mengatur jadwal pengoperasian pembangkit skala jumbo tersebut.

"Kami berupaya menegosiasikan kembali, semua pihak terkena dampak pandemi corona," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, (7/1).

Ia pun berharap permintaan listrik dapat pulih kembali. Salah satunya dengan menggenjot program kendaraan listrik berbasis baterai. Jika program kendaraan listrik bisa berjalan cepat maka kebutuhan akan listrik dapat tumbuh positif.

Selain itu, ia juga akan menggenjot penggunaan kompor listrik yang didukung transmisi ke  aliran-aliran listrik tertentu. "Kami juga menghapus pembangkit listrik yang menggunakan diesel untuk itu transmisi ini investasi harus bisa dipercepat pemasangannya," kata dia.

Pada pertengahan tahun lalu Kementerian ESDM mencatat pengerjaan tujuh proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) terdampak pandemi virus corona atau Covid-19. Ketujuh proyek dengan kapasitas sebesar 6.510 MW ini, diprediksi bakal mengalami keterlambatan jadwal operasi.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, ketujuh proyek tersebut terdiri dari lima proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), satu proyek listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dan satu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Dari lima PLTU tersebut diidentifikasi terhambat pengerjaannya yakni PLTU Meulaboh 3 dan 4. Pengerjaan pembangkit berkapasitas total 400 MW ini terhambat, tenaga kerja dan pengiriman material terdampak pandemi corona.

Hingga Semester I 2020 proyek pembangkit listrik ini ini baru mencapai 22% atau tidak menunjukan progres yang signifikan dari akhir Februari 2020.

Kedua, PLTU MT Sumsel-8 dengan kapasitas 1.200 ME yang mengalami hambatan karena keterlambatan pengiriman material. Hingga 30 Juni 2020, pengerjaan pembangkit ini baru mencapai 39,38%.

Ketiga, proyek PLTU Jawa-1 dengan kapasitas 1.000 MW yang terkendala pengiriman material akibat pandemi corona. Sepanjang semester I 2020, progres pengerjaan proyek pembangkit ini baru mencapai 81,15%.


Keempat, PLTU Jawa-4 dengan total kapasitas 2.000 MW diidentfikasi bakal terhambat, karena mengalami keterlambatan pengiriman material dan tidak dapat memobilisasi engineer untuk pengerjaannya.

Kelima, proyek PLTU Kalbar-1 dengan kapasitas 200 MW yang terkendala karena tidak dapat memobilisasi engineer komisioning, dan mengalami keterlambatan pengiriman material. Adapun, per 30 Juni 2020 proyek ini tidak mengalami progres dan tetap di angka 96,69%.

Kemudian, proyek PLTGU Jawa-1 dengan total kapasitas 1.600 MW juga mengalami keterlambatan pengerjaan karena pengiriman material terhambat. Hingga semester I 2020 progres pengerjaannya telah mencapai 82,35%.

Lalu, PLTA Jatigede dengan kapasitas 110 MW juga bakal mengalami keterlambatan karena mobilisasi pekerja terhambat dan terhalangnya proses pengiriman barang. Per 30 Juni 2020, progress pengerjaan proyek ini telah mencapai 81,59%.

Reporter: Verda Nano Setiawan