- Pemerintah akan menggenjot penerimaan negara dengan menaikkan royalti emas.
- Peluang terbuka karena sejak pandemi Covid-19, harga emas cenderung naik.
- PPN emas butiran juga bakal dihapus untuk menggenjot industri domestik.
Royalti emas akan naik. Pemerintah ingin menggenjot penerimaan negara dari komoditas tambang tersebut.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan harga emas di pasar global cenderung menguat dalam setahun terakhir. Hal ini berpotensi memberi dampak positif bagi penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
Kenaikan tarif royalti yang baru nantinya akan berlaku untuk harga emas di atas US$ 1.700 per troy ons. “Kami sedang berusaha meningkatkan pendapatan emas sehingga penerimaan negara dari logam mulia juga naik,” kata Ridwan pada akhir pekan lalu.
Besaran tarifnya masih dalam penggodokan. Ridwan menyebut sampai sekarang belum ada keputusan terkait angkanya.
Harga emas memang sempat melambung tinggi pada saat pandemi Covid-19 muncul pada tahun lalu. Para investor ketika itu mencari aset aman di tengah ketidakpastian global.
Angkanya sempat menyentuh US$ 2 ribu per troy ons. Bahkan logam mulia buatan PT Aneka Tambang Tbk atau Antam mencetak rekor hingga lebih dari Rp 1 juta per gram pada pertengahan 2020.
Kehadiran vaksinasi di beberapa negara memberi harapan pemulihan ekonomi dunia. Melansir dari data Bloomberg hari ini, Selasa (19/1), emas Comex berada di level US$ 1.836,6 per troy ons.
Untuk logam mulia Antam, harga belinya turun Rp 4 ribu per gram menjadi Rp 944 ribu per gram. Harga jualnya turun Rp 7 ribu per gram menjadi Rp 821 ribu per gram.
Beberapa waktu lalu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menyebut tambang emas merupakan aset yang berharga bagi Indonesia. Pasalnya, sektor ini dapat membantu negara keluar dari krisis.
Pemerintah, menurut dia, harus mengamankan aset strategis tersebut. Pasalnya, setiap terjadi krisis, harganya cenderung melonjak tinggi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), emas yang berkode HS-71 sepanjang 2020 secara kumulatif total ekspornya mencapai 2,5 juta kilogram. Nilainya mencapai US$ 8,22 miliar atau sekitar Rp 116 trilun.
Tak hanya menaikkan royalti, Kementerian ESDM juga berencana mengatur pajak pertambahan nilai atau PPN sebesar 0% untuk emas granule (butiran atau serbuk). Selain untuk mengamankan pasokan emas dalam negeri, pemerintah juga ingin mengurangi ekspor granule dan impor emas batangan.
Penghapusan pajak itu dapat pula meningkatkan daya saing industri perhiasan domestik. Pelaksana usaha kegiatan yang memanfaatkan serbuk emas akan mendapatkan harga kompetitif.
Tujuan akhirnya adalah hilirisasi emas domestik akan tumbuh positif. “Selama ini emas granule kena pajak sehingga menjadi kurang kompetitif untuk para pengrajin emas,” kata Ridwan.
Kebijakan Royalti Emas Sudah Tepat?
Ketua Umum Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan kemungkinan tarif royalti progresif akan naik. Hal ini mengacu pada peraturan pemerintah atau PP sebelumnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019, royalti dikenakan sebesar 3,75% sampai 5% tergantung harga per onsnya. Dengan harga emas sama atau di atas US$ 1.700, maka royaltinya 5%.
Karena itu, ia melihat pemerintah sebenarnya bukan berencana menaikkan royalti, tapi mengimplementasikan aturan yang ada. “Sesuai PP yang diterbitkan Kementerian ESDM,” katanya kepada Katadata.co.id.
Tarif royalti emas dalam peraturan itu telah ditetapkan atas harga US$ 1.300 sampai US$ 1.700 per troy ons. Dalam perhitungan tarif ini banyak perusahaan memakai pendekatan top-down atau asumsi kinerja agregat sektor komoditas. Ada pula yang bottom-up, yaitu asumsi proyeksi operasional di tingkat korporasi atau perusahaan tambang.
Dengan dasar tersebut, Singgih setuju dengan rencana pemerintah untuk merealisasikan royalti emas sebesar 5% pada harga emas di atas US$ 1.700 per troy ons. Antara investasi dan kepentingan negara sebagai pemilik sumber daya alam nantinya ada pembagian risiko atau risk sharing.
Ia juga berpendapat kebijakan emas granule tidak dikenakan PPN sudah tepat. Kebijakan ini dapat mendorong industri dalam negeri. Misalnya, industri perhiasan, campuran logam, dan lembaran emas untuk fabrikasi. Sebagian besar pelakunya mengambil emas dari 9 karat sampai 24 karat.
Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi menilai tarif royalti memang menjadi penerimaan negara bukan pajak terbesar yang diterima negara dari sektor pertambangan minerba. Selama ini tarifnya bersifat tetap meskipun harga komoditas tambang meningkat tajam.
Kebijakan royalti yang mengikuti fluktuasi harga komoditas menjadi langkah tepat untuk mendorong pendapatan negara. "Ini menjadi insentif bagi pelaku usaha ketika ada tekanan harga yang akan mempengaruhi bisnis tambang,”ucapnya.
Sumbangan PNBP Dari Sektor Emas
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, data 2019 menunjukkan sumbangan dari royalti minerba mencapai Rp 26 triliun.
Angka ini merupakan penyumbang pos terbesar ketiga setelah minyak dan gas bumi. Karena itu, kenaikan royaltinya akan menambah kenaikan pada PNBP.
Kenaikan harga emas tahun lalu tidak bisa dilepaskan dari permintaan terhadap komoditasnya. Banyak orang mencari investasi yang likuid ketika itu, salah satunya emas.
Tahun ini, meskipun kondisi ekonomi sudah lebih baik, tetapi harga emas masih ada peluang untuk melanjutkan peningkatan. "Saya kira dengan semakin meningkatnya permintaan emas, kebijakan ini, meskipun terlambat, memang harus dilakukan," kata dia.
Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah mengatakan sudah sejak awal tahun lalu pemerintah merencanakan menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) emas granule. Insentif baru ini rencananya akan masuk dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 106 tahun 2015 tentang penyerahan barang kena pajak (BKP) tertentu yang sifatnya strategis dan tidak dipungut PPN.
Saat ini granule memang lebih banyak diekspor dibandingkan dijual di dalam negeri. Penyebabnya, butiran emas tidak dikenai PPN saat dikapalkan ke luar negeri, khususnya pada granule berkadar kemurnian hingga 99%. “Kalau dijual ke dalam negeri dikenakan PPN," ujarnya.
Banyaknya ekspor produk itu membuat industri perhiasan domestik kekurangan pasokan bahan baku. Harapannya, dengan penghapusan pajak itu industri ini dapat naik. Ekspornya nanti tak lagi berupa butiran, tapi perhiasan yang memiliki nilai tambah lebih besar.
Namun, yang perlu menjadi catatan, industri perhiasan dalam negeri belum berkembang. Padahal, kontribusinya terhadap ekspor tergolong tinggi.
Emas perhiasan masuk dalam 10 komoditas ekspor terbesar pada 2019 dengan nilai US$ 6,6 miliar. Angka ini berada di urutan keempat setelah lemak dan minyak hewan atau nabati, mesin dan perlengkapan listrik, beserta kendaraan dan bagiannya. "Jadi kebijakan PPN 0% untuk granule emas akan berdampak cukup besar terhadap perekonomian nasional," kata Piter.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Rizal Kasli mengatakan harga emas sempat menyentuh level US$ 2 ribu per troy ons di bulan Agustus hingga September 2020. Pemerintah dapat menambah rentang tarif royalti menjadi US$ 1.700 hingga US$ 1.800 per troy ons, US$ 1.800 sampai US$ 1.900 per troy ons, dan seterusnya.
Cara itu dapat menambah royalti sebesar US$ 0,25 per ons apabila harganya terus bergerak naik. Berdasarkan data goldprice.org, saat ini harganya bergerak di kisaran US$ 1,800 hingga US$ 1,900 per troy ons.
Tapi pendapatan negara tidak akan bertambah signifikan dengan cara itu karena produksi emas domestik cenderung rendah. "Tentu saja hal ini harus dilakukan dengan merevisi PP dan aturan lainnya agar dapat dijadikan dasar hukum," ujar Rizal.